Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi sorotan usai auditor mereka disebut dalam persidangan kasus Syahrul Yasin Limpo hingga Waskita. Dalam salah satu persidangan, auditor BPK disebut meminta uang untuk pemberian status Wajar Tanpa Pengecualian.
Dalam kasus SYL, Sekretaris Jenderal Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Hermanto menyebut auditor BPK disebut meminta dana Rp 12 miliar. Uang sebesar itu merupakan pelicin demi status keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kementerian Pertanian.
Auditor BPK juga terseret dalam kasus jalan tol layang Jakarta Cikampek atau disebut MBZ. Direktur Operasional Waskita Beton Precast Sugiharto mengatakan pihaknya pernah merancang proyek fiktif untuk membayar BPK senilai Rp 10 miliar.
Adapun Ketua BPK Isma Yatun enggan menanggapi pernyataan soal suap yang diduga diterima anak buahnya dalam kasus SYL. "Nanti saja ya, terima kasih banyak," katanya kepada awak media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/5).
Terseretnya auditor BPK dalam sejumlah kasus dugaan korupsi bukan pertama kalinya terjadi. Di masa lalu, sejumlah pegawai hingga petinggi BPK telah menjadi tersangka terkait pemberian status keuangan hingga tingkat daerah. Berikut daftarnya:
Achsanul Qosasi
Kejaksaan Agung menetapkan Anggota BPK III Achsanul Qosasi sebagai tersangkadalam perkara korupsi menara Base Transceiver Station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Jumat (3/11).
Achsanul menjadi tersangka karena diduga menerima uang Rp 40 miliar agar BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas proyek BTS.
"Dapat dipastikan penyerahan uang dimaksud untuk mengondisikan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.
Kasus Kemendes PDTT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua auditor Utama BPK Rochmadi Saptogiri dan auditor Ali Sadli pada Mei 2017 lalu. Keduanya diduga menerima suap dari Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Uang tersebut adalah pelicin agar kedua pejabat BPK tersebut memberikan opini WTP terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
Kasus Bupati Bogor Ade Yasin
KPK juga menangkap sejumlah auditor BPK Jawa Barat dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Bogor Ade Yasin pada April 2022 lalu. Empat pegawai BPK ditangkap karena menerima Rp 1,9 miliar dari Pemkab Bogor.
Uang tersebut diberikan agar auditor memberikan opini WTP atas pengelolaan keuangan kabupaten tersebut.
Kasus Pjs Bupati Sorong
KPK juga menangkap Penjabat atau Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso hingga Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Patrice Lumumba Sihombing pada November 2023 lalu. Piet diduga terjerat suap untuk mengatur temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong.
Adapun sejumlah pelicin yang diberikan Piet kepada Patrice dan auditor BPK lainnya adalah uang senilai Rp 1,8 miliar serta jam tangan merek Rolex. Tujuannya, agar auditor menghilangkan temuan mereka dalam laporan keuangan Kabupaten Sorong.
Bupati Meranti
Auditor BPK Riau Fahmi Aressa dihukum 4 tahun 3 bulan penjara pada 2023 lalu karena menerima suap dari Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil. Fahmi divonis mendapatkan uang Rp 1 miliar untuk mengutak-atik pemeriksaan keuangan kabupaten tersebut.
"Agar Pemkab Meranti mendapatkan predikat WTP," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Adapun, Muhammad Adil sempat menjadi perbincangan Adil karena kontroversinya yang menyebut Kemenkeu sebagai iblis saat memprotes jatah Dana Bagi Hasil (DBH) yang diperoleh wilayahnya.