Polemik UKT Mahal Mahasiwa, OJK Sarankan Perbankan Beri Student Loan
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK turut menyoroti mahalnya isu uang kuliah tunggal alias UKT. Lembaga ini meminta penyelenggara jasa keuangan seperti bank membuka pinjaman pendidikan alias student loan dengan bunga rendah.
“Kami diskusi dengan penyelenggara jasa keuangan, ayo dong dibuka student loan, dengan skema yang lebih student friendly. Misalnya nanti bayarnya pas anaknya [mahasiswa] kerja," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam acara Training of Trainers bagi guru yang digelar oleh OJK seperti dikutip Selasa (21/5)
Perempuan yang akrab disapa Kiki ini juga menyatakan pihaknya bakal memastikan layanan jasa keuangan yang ditawarkan ke mahasiswa adalah legal dan diawasi OJK. Hal ini terkait dengan kasus sebelumnya, yakni mahasiswa yang menggunakan pinjaman online atau pinjol untuk membayar uang kuliah.
Ia mengatakan, pinjaman pendidikan banyak ditemukan di luar negeri. Di Indonesia, terlebih untuk mahasiswa sarjana, jumlah pinjaman ini masih sedikit.
“Jadi selama skemanya bagus dan tidak memberatkan, Student loan bisa jadi pilihan dari perbankan juga ada,” kata Kiki.
Masalah tingginya harga uang kuliah sudah sampai di anggota dewan. Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) telah menyampaikan aspirasi mereka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI (16/5). Usai RDP, DPR memanggil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
DPR juga menjadwalkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim hadir dalam rapat kerja DPR RI hari ini pukul 10.00. Dari agenda yang diterima Katadata, rapat ini akan membahas kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan bagi PTN dan implementasi Kartu Indonesia Pintar Kuliah, serta UKT.
Kemendikbud Akui Minim Pendanaan Perguruan Tinggi
Sebelumnya isu ini juga sudah pernah direspon oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandari. Ia bilang, pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis layaknya di negara lain karena bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional.
Tjitjik juga menjelaskan bahwa pendidikan tinggi tidak masuk dalam pendidikan wajib belajar 12 tahun dari SD hingga SMA. Oleh sebab itu, pemerintah fokus pada pendanaan pendidikan wajib.
"Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar," ujarnya di Kantor Kemendikbud, Rabu (16/5).
Lantaran BOPTN tidak bisa menutup Biaya Kuliah Tunggal, maka sisanya dibebankan pada mahasiswa lewat UKT. Hal ini sudah diatur dalam Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek.
Dalam aturan itu, kelompok UKT 1 sebesar Rp500 ribu dan UKT 2 sebesar Rp1 juta menjadi standar minimal yang harus dimiliki PTN. Selebihnya, Tjitjik menyebut, masing-masing perguruan tinggi yang menentukan besaran UKT. Ia bahkan membantah sekarang ada kenaikan UKT. Baginya UKT tidak naik, tapi kelompok UKT yang bertambah.