Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumberdaya Air dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ignasius Sutapa mengatakan air bisa menjadi sumber konflik di masa mendatang. Hal ini karena pasokan air bersih tawar untuk kebutuhan manusia, jumlahnya sangat sedikit.
"Rebutan air semakin intensif terjadi. Sekarang sudah terjadi di antara para petani kita, di negara lain juga begitu," ujarnya di Jakarta, Minggu (26/5).
Menurutnya, jumlah air bersih tidak bertambah, sedangkan jumlah manusia terus bertambah dari waktu ke waktu. Saat ini jumlah populasi manusia sudah menyentuh 8 miliar orang di seluruh dunia.
Kondisi itu menyebabkan tingkat aksesibilitas, kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya cenderung menurun. Apalagi ditambah dengan berbagai faktor lain seperti pencemaran dan siklus air yang membuat pasokan air bersih semakin berkurang.
"Kalau ini tidak diatasi, akan terjadi gap yang semakin tinggi nantinya. Bahkan, air menjadi sumber konflik," kata Ignasius.
Dia berharap Forum Air Sedunia atau World Water Forum ke-10 yang baru saja berlangsung di Bali dapat memberikan semangat agar manusia lebih peduli dan tidak semena-mena terhadap air. Dia juga mengingatkan agar bisa dengan bijak menggunakan air.
Saat membuka Forum Air Sedunia (WWF) Ke-10 di Bali International Convention Center pada beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan ancaman krisis Jokowi menggarisbawahi, tanpa air, tidak akan ada perdamaian, kehidupan, dan makanan.
Pernyataan Jokowi ini mengacu prediksi yang menyebutkan pada 2050 sebanyak 500 juta petani kecil yang menyumbang 80 persen pangan dunia paling rentan mengalami kekeringan. ”Oleh sebab itu, air harus dikelola dengan baik karena setiap tetesnya sangat berharga,” ujarnya.
Selain itu, Jokowi juga menyatakan, hanya 1 persen dari 72 persen permukaan air pada bumi yang dapat diakses serta dimanfaatkan untuk air minum dan sanitasi. Dia berharap, Forum Air Sedunia Ke-10 dapat merumuskan aksi nyata pengelolaan air yang inklusif dan berkelanjutan.