Mantan menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang tengah terjerat perkara dugaan gratifikasi dan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia meminta Jokowi bersedia menjadi saksi meringankan atau a de charge di persidangan yang tengah bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
“Yang jelas saksi a de charge (meringankan) mungkin sekitar dua kali tapi secara resmi kami juga sudah bersurat kepada Bapak Presiden (Jokowi),” kata pengacara SYL Djamaludin Koedoeboen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (7/6).
Selain Jokowi, Djamal mengungkapkan SYL juga mengajukan permohonan pada Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Surat yang sama juga disampaikan pada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menjadi saksi.
Djamal mengatakan, kliennya merupakan pembantu Presiden saat permasalahan yang menjeratnya mulai terendus pada masa pandemi Covid-19. “Kami lihat di persidangan itu bahwa ada hak diskresi dari presiden maupun juga menteri terkait dengan keadaan tertentu,” kata Djamal.
Djamal mengatakan, Jokowi merupakan penanggungjawab tertinggi program-program kementan dalam rangka mendukung kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan pangan nasional sehingga dapat menjadi saksi di persidangan. Dalam perkara ini, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan diduga dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023 serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan 2023, Muhammad Hatta. Dalam perkara itu Kasdi dan Muhammad Hatta menjadi koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Adapun SYL dalam beberapa kesempatan membantah adanya upaya pemerasan saat ia menjabat Mentan. Ia mengatakan segala sesuatu akan dijelaskan dan dibuktikan di persidangan.