Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur erupsi sejak Minggu (9/6). Sementara itu, Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur atau NTT mengeluarkan abu vulkanik pada Senin pagi (10/6).
Gunung Semeru mengalami erupsi disertai guguran lava pijar sejak Minggu malam (9/6) pukul 20.39 WIB. “Tinggi kolom abu teramati sekitar 500 meter di atas puncak," kata Petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru Liswanto, Minggu (9/6).
Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas sedang ke arah barat daya. Saat laporan itu dibuat, erupsi masih berlangsung.
Gunung tertinggi di Pulau Jawa itu kembali erupsi pada 21.44 WIB, dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 500 meter di atas puncak. Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas sedang ke arah barat daya.
Berdasarkan rekaman CCTV terlihat jelas adanya guguran lava pijar dari puncak Gunung Semeru turun ke arah Besuk Kobokan.
Petugas mencatat, Gunung Semeru terus menerus erupsi hingga 14 kali pada Minggu sejak pukul 06.33 WIB hingga 21.44 WIB. Akan tetapi, erupsi belum mengganggu aktivitas warga yang berada di lereng gunung.
Gunung Semeru masih berstatus Siaga atau Level III, sehingga Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG memberikan rekomendasi agar masyarakat tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan sejauh 13 kilometer dari puncak atau pusat erupsi.
Di luar jarak tersebut, masyarakat diimbau tidak beraktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai di sepanjang Besuk Kobokan, karena berpotensi terkena perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak.
Warga juga dilarang beraktivitas dalam radius lima kilometer dari kawah Gunung Api Semeru, karena rawan terhadap bahaya lontaran batu.
Masyarakat diminta mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.
Gunung Lewotobi Laki-laki Erupsi
Gunung Lewotobi Laki-laki melontarkan abu vulkanik setinggi 800 meter dari kawah. Petugas Pos Pengamatan Adzan Anugrah Indiarsyah mengatakan, letusan terjadi pada Senin (10/6) pukul 07.20 WITA.
Kolom abu vulkanik tampak berwarna kelabu dengan intensitas tebal ke arah barat daya. "Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 41,4 milimeter dan durasi 303 detik," kata Adzan.
Gunung Lewotobi yang memiliki ketinggian 1.584 meter di atas permukaan laut tersebut merupakan gunung berapi kembar yang terletak di bagian tenggara Pulau Flores.
Gunung itu terdiri dari dua puncak, yaitu Gunung Lewotobi Laki-laki dan Gunung Lewotobi Perempuan.
PVMBG memantau secara visual dan instrumental Gunung Lewotobi dari pos pengamatan yang berlokasi di Desa Pululera, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, terjadi peningkatan aktivitas vulkanik pada Gunung Lewotobi Laki-laki sehingga tingkat aktivitas dinaikkan dari Level II (Waspada) ke Level III (Siaga) terhitung mulai 10 Juni pukul 09.00 WITA.
Kepala PVMBG Hendra Gunawan menjelaskan, dari pengamatan secara visual periode selama 26 Mei sampai 9 Juni, aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki menunjukkan adanya peningkatan yang ditandai oleh erupsi yang hampir setiap hari dengan tinggi kolom rata-rata 100 - 900 meter dari puncak.
Selain itu terjadi erupsi strombolian pada 9 Juni dan terlihat adanya sinar api yang memancar saat erupsi.
Selanjutnya gempa-gempa pada periode ini terdapat kenaikan yang signifikan pada jumlah gempa erupsi dan gempa vulkanik serta terekam adanya gempa guguran. "Dari data kegempaan terlihat adanya kenaikan gempa-gempa vulkanik yang sangat signifikan," kata Hendra.
Dengan kenaikan tingkat aktivitas itu, Badan Geologi merekomendasikan agar masyarakat tidak melakukan aktivitas pada radius yang telah ditentukan. "Masyarakat yang terdampak hujan abu memakai masker atau penutup hidung-mulut untuk menghindari bahaya abu vulkanik pada sistem pernapasan," ujar Hendra.