Kejutan Pemilu Prancis, Sayap Kiri Ungguli Kubu Macron dan Sayap Kanan

Instagram/Jean luc Melenchon
Massa sayap kiri Prancis merayakan keunggulan mereka pada pemilihan umum, Minggu (7/7). Foto: Instagram/Jean Luc Melenchon
8/7/2024, 09.23 WIB

Kejutan muncul dalam pemilihan legislatif Prancis 2024. Kelompok sayap kiri saat ini unggul dalam hitung cepat sementara, mengungguli kubu Presiden Emmanuel Macron serta sayap kanan.

Front Populer Baru yang beraliran kiri kemungkinan meraup 182 kursi, disusul aliansi Together pimpinan Macron yang berhaluan tengah dengan 163 kursi. Sedangkan kelompok sayap kanan National Rally pimpinan Marine Le Pen berada di posisi ketiga denga 143 kursi.

Hal ini mengejutkan banyak pihak karena Le Pen dan sayap kanan memimpin putaran pertama pemilihan suara pekan lalu. Meski demikian, situasi ini menimbulkan ketidakpastian karena tak ada kelompok yang menjadi pemenang mutlak.

Sedangkan Perdana Menteri Gabriel Attal mengumumkan bahwa dia akan menyerahkan pengunduran dirinya kepada Presiden Macron pada Senin pagi. Namun sekutu Macron itu juga mengatakan bisa menjabat untuk jangka pendek, jika diperlukan.

"Negara kita berada dalam situasi politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bersiap menyambut dunia (Olimpiade) dalam beberapa minggu," katanya pada Minggu (7/7) dikutip dari The Guardian.

Gabriel Attal (PBS.org)

Sedangkan pemimpin partai sayap kiri La France Insoumise Jean-Luc Melenchon meminta Macron segera mengajak mereka untuk masuk dalam pemerintahan. Meski demikian, pihak pemerintah masih menolak permintaan tersebut.

"Saat ini, tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa mereka telah memenangkan pemilihan legislatif ini, terutama Mélenchon.” kata Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin.

Kubu Macron dan sayap kiri sebenarnya mulai bekerja sama pekan lalu untuk memblokir sayap kanan memenangkan Pemilu Legislatif Prancis. Lebih dari 200 kandidat dari sayap kiri dan kubu tengah telah menarik diri dari putaran kedua pekan lalu untuk menghindari pecah suara melawan sayap kanan.

Hasilnya, sayap kanan hanya berhasil menduduki peringkat ketiga dan gagal menguasai parlemen. Meski demikian, hasil ini merupakan capaian bersejarah dari sebelumnya hanya menguasai 88 kursi.

"Kemenangan kita hanya tertunda saja," kata Marine Le Pen mengomentari hasil pemilihan.

Le Pen dan National Rally sempat menjanjikan untuk memperketat imigrasi. Pada 2011 lalu, ia sempat menyatakan niatnya untuk menghentikan hal yang disebutnya 'Islamisasi' di Prancis.

Dampak ke Pemerintahan Macron

Keunggulan kubu sayap kiri tak berdampak kepada posisi Macron sebagai Presiden. Ini karena Prancis menganut dua sistem yakni semi presidensial rapublik.

Dengan sistem ini, presiden sebagai kepala negara dipilih langsung oleh masyarakat. Sedangkan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan akan ditunjuk presiden berdasarkan hasil pemilihan anggota parlemen.

PERTEMUAN BILATERAL INDONESIA DENGAN PRANCIS (ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Sigid Kurniawan/wsj.)

Namun, Macron berpotensi menjalani kohabitasi dengan perdana menteri yang tak sejalan dengan dirinya. Kohabitasi ini juga pernah terjadi pada era Presiden Jacques Chirac dan Perdana Menteri Lionel Jospin pada 1997 hingga 2002 lalu.

Situasi ini membuat ketidakpastian mulai muncul kepada ekonomoi. Nilai tukar Euro tergelincir 0,2% pada Minggu (7/7) karena rencana kubu sayap kiri bisa membatalkan reformasi pro pasar yang dilakukan Macron.

Meski demikian, analis mengatakan pasar kemungkinan lega karena National Rally pimpinan Le Pen tercecer di posisi ketiga. “Sepertinya partai anti-kanan jauh mendapat banyak dukungan,” kata Simon Harvey, kepala analisis FX di Monex Europe.