Uji Materi UU Pilkada Bergulir ke MK, Minta Larang Menteri Kampanye
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, Muhamad Fauzi Azhar dan Aditya Ramadhan Harahap, mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 70 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 alias UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Menurut mereka pasal ini masih belum lengkap mengatur menteri dan lembaga negara.
“Karena dalam perhelatan Pemilu 2024 yang belum lama ini berlangsung, telah terjadi banyak pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan lembaga-lembaga negara yang berdampak pada jatuhnya wibawa negara tidak hanya di mata masyarakat Indonesia namun juga di mata masyarakat internasional,” kata mereka dalam siaran pers dikutip Jumat (12/7).
Pasal 70 ayat 1 huruf b UU Pilkada menuliskan pasangan calon dilarang melibatkan aparatur sipil negara, anggota kepolisian, dan anggota tentara, dalam kampanye. Pelibatan menteri menurut Fauzi dan Aditya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat mengenai larangan pejabat negara ikut kampanye.
Dalam gugatan yang diajukan ke MK, mereka meminta bunyi pasal ini diperlengkap menjadi Pasangan calon dilarang melibatkan: Presiden/Wakil Presiden, menteri/wakil menteri, serta kepala Badan/Lembaga Negara, aparatur sipil negara anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.
Mereka menganggap pelanggaran serupa yang terjadi di Pemilu 2024 bisa muncul lagi lantaran banyak bakal calon Pilkada 2024 yang memiliki hubungan baik horizontal maupun vertikal pada wakil presiden terpilih, menteri, hingga pimpinan badan lainnya.
Menurut penggugata ada empat persoalan yang bisa muncul bila undang-undang ini tidak direvisi. Persoalan itu adalah timbulnya ketidakadilan bagi peserta pilkada lainnya, rentan terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan rentan terjadi pelaanggaran etik.
Mereka mencontohkan adanya menteri yang menggunakan jabatannya melakukan kampanye pada kementeriannya. Menurut mereka walaupun pejabat penyelenggara negara sudah mengambil cuti, namun tetap tidak menghilangkan relasi kekuasaannya untuk mendapatkan akses atau perlakuan berbeda. Hal ini akan menimbulkan ketimpangan dengan peserta yang tidak mendapat dukungan penyelenggara negara.
Kuasa hukum dua mahasiswa ini, Viktor Santoso Tandiasa, juta mengucapkan ada ironi ketika ASN, Polisi, dan TNI dilarang berkampanye untuk menjaga wibawa sementara tidak ada larangan serupa bagi presiden, wakil presiden, menteri, hingga kepala badan.
“Oleh karenanya kami minta agar terhadap perkara ini dapat segera disidangkan dan diputus untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi,” kata Viktor.