Presiden Joko Widodo (Jokowi) menepis anggapan bahwa pembahasan Revisi UU Nomor 3 tahun 2002 tentang Polri dan RUU Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi faktor pendorong indeks demokrasi Indonesia kian merosot.
Dia menyatakan demokrasi di Indonesia sejauh ini berjalan baik karena adanya pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) yang demokratis. "Orang mau berserikat, berpendapat, ingin berorganisasi, semuanya tidak ada yang dihambat," kata Jokowi kepada wartawan di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada Jumat (19/7).
Jokowi menambahkan, pemerintahan yang ia pimpin saat ini terus mendengar aspirasi masyarakat dan konsisten mendengar kritik publik. "Setiap hari orang mau maki-maki presiden juga kami dengar. Orang bully presiden juga kami denger. Kalau mengkritik pemerintah hampir tiap detik pasti ada," ujar Jokowi.
Terkait pembahasan revisi UU Polri dan UU TNI, Jokowi meminta masyarakat untuk menanyakan progres tersebut ke Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) dan Kementerian Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan.
Meminta Pembahasan Revisi UU Polri Dihentikan
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil menilai revisi UU Polri akan semakin memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak untuk memperoleh informasi; serta hak warga negara atas privasi terutama yang dinikmati di media sosial dan ruang digital.
Koalisi terdiri dari 21 organisasi antara lain AJAR (Asia Justice and Rights), AJI Indonesia (Aliansi Jurnalis Independen), ICJR (Institute for Criminal Justice Reform), ICW (Indonesia Corruption Watch), Imparsial, KontraS, PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), SAFEnet dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia).
“Kami menuntut DPR maupun pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan tentang Revisi UU Polri pada masa legislasi ini,” ujar koalisi dalam pernyataan sikap yang dirilis Senin (3/6).
Koalisi meminta DPR dan pemerintah tidak menyusun UU secara serampangan hanya untuk kepentingan politik kelompok dan mengabaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan yang semestinya sejalan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum.
Menurut koalisi, pembentukan UU baru menurut koalisi semestinya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi. Sehingga, pihaknya mendesak DPR untuk memprioritaskan pekerjaan rumah yang lebih mendesak.
"Seperti Revisi KUHAP, RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat dan lain-lain,” ujar koalisi.