Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kecurangan klaim BPJS Kesehatan di tiga rumah sakit di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Temuan ini diperoleh setelah tim KPK mengumpulkan bahan keterangan ke enam rumah sakit di tiga provinsi, khusus penanganan fisioterapi dan operasi katarak.
“Tiga (RS) ini melakukan phantom billing, artinya mereka merekayasa semua dokumen," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan seperti dikutip Kamis (25/7).
Indikasi pertama ada di Jawa Tengah dengan klaim sekitar Rp 29 miliar. Selanjutnya dua (RS) ada di Sumatera yaitu Rp 4 miliar dan Rp 1 miliar.
Pahala menjelaskan, ada tagihan klaim fisioterapi sebanyak 4.341 kasus di tiga rumah sakit tersebut. Padahal sebenarnya hanya ada 1.070 kasus yang didukung catatan medis. Jadi, 3.269 tagihan tersebut diklaim sebagai tagihan fisioterapi namun tidak ada dalam catatan medis.
Sementara untuk katarak, Pahala menjelaskan ada 39 orang pasien yang disarankan menjalankan operasi katarak. Dari seluruh pasien itu, hanya 14 sebenarnya patut dioperasi katarak. Dua metode ini masuk dalam kategori penggelembungan medical diagnose.
“Bedanya, phantom billing itu orang dan terapinya enggak ada, tapi klaimnya ada. Kalau penggelembungan medical diagnose, orang dan terapinya ada, klaimnya kegedean. Secara sengaja terapi dua kali tapi diklaim 10 kali,” tutur Pahala.
Fraud ini menyeret berbagai pihak di rumah sakit, mulai dari pemilik RS, keluarganya, hingga dokter. Pahala menyebut salah satu rumah sakit melibatkan delapan orang aktor untuk melakukan fraud. Namun, modus yang dipakai adalah dengan bakti sosial.
Dalam bakti sosial dengan kepala desa ini, rumah sakit bisa mengumpulkan KTP dan nomor BPJS warga desa. Dari dua dokumen ini, mereka bisa merekayasa seolah-olah seorang warga punya sakit tertentu dan butuh penanganan khusus. Dokter lantas menandatangani anjuran ini sehingga penanganan bisa diklaim dengan BPJS.
“Lalu, ini yang paling susah, membuat dan menandatangani rekam medis, resume medis, catatan program pasien, pemeriksaan penunjang, itu lengkap semua. Baru dia sampaikan klaim,” ujar Pahala.
Saat ini pengusutan kasus sudah masuk ke dalam tahap penindakan karena indikasi dan buktinya sudah cukup. Pahala mengatakan proses penyelidikan bisa jadi dilakukan oleh kejaksaan atau KPK, namun keputusan itu diserahkan pada pimpinan KPK.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 19 tahun 2016, rumah sakit yang melakukan fraud pada BPJS Kesehatan bisa mengembalikan dana dari klaim fiktif ditambah denda tanpa ancaman pidana. Namun KPK memberi kesempatan perbaikan klaim selama enam bulan bagi rumah sakit terkait.
Menurut Pahala bila ada melakukan phantom billing dan medical diagnose tidak tepat, itu ngaku saja. Sesudah enam bulan, nanti tim bersama-sama melakukan audit secara masif atas klaim BPJS Kesehatan dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.