Kemenkes Jawab Kritik DPR, Sebut Alat Kontrasepsi Diberikan Bagi Remaja Menikah

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/foc.
Seorang peserta KB diberikan alat kontrasepsi implan satu batang di RS Siti Khadijah, Kota Gorontalo, Gorontalo, Senin (24/5/2021).
6/8/2024, 11.52 WIB

Kementerian Kesehatan merespons protes soal kebijakan alat kotrasepsi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 atau PP Kesehatan. Mereka menjelaskan pemberian kondom pada remaja seperti di PP tersebut hanya diberikan pada pasangan yang menikah.

Hal ini adalah bagian dari layanan kesehatan reproduksi bagi remaja. Tujuannya, menunda kehamilan bagi pasangan yang belum siap memiliki anak karena berbagai alasan.

"Tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan  bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Syahril, dalam siaran pers, Selasa (6/8).

Sesuai dengan ketentuan dalam PP 28/2014, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Dengan demikian, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.

 Syahril meminta masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP 28/2024. Kemenkes juga akan membuat aturan turunan dari PP tersebut yang akan memperjelas edukasi seksual. Misalnya tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja sesuai perkembangan dan usia anak.

Kemenkes juga mengatakan pernikahan dini bisa meningkatkan risiko kematian ibu dan anak. Selain itu, anak yang dilahirkan juga sangat berpotensi mengidap tengkes atau stunting.

 Peraturan terkait pemberian alat kontrasepsi pada remaja tercantum dalam Pasal 103 PP 28/2024. Pada ayat satu, disebutkan upaya kesehatan sistem reproduksi pada usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Di Pasal tiga, dijelaskan pelayanan kesehatan yang disediakan bagi remaja yakni:

a. Deteksi dini penyakit atau skrining;

b. pengobatan;

c. rehabilitasi;

d. konseling; dan

e. penyediaan alat kontrasepsi

Salah satu pandangan kontra datang dari Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKB, Arzeti Bilbina. Ia meminta Kemenkes meninjau ulang aturan itu karena khawatir akan memberi dampak kesehatan jangka panjang dan berpotensi membuat remaja masuk ke pergaulan bebas.

Arzeti juga mengatakan peraturan ini jgua tidak memberi detail edukasi apa yang akan diberi pada remaja. “Saya kira perlu ada penjelasan dan edukasi yang clear, karena bunyi pasal yang sekarang bisa membuat salah tafsir,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Selasa (6/8)

Arzeti pun menilai aturan itu tidak sejalan dengan norma-norma di Indonesia. Apalagi bagi anak-anak usia remaja yang seharusnya tidak boleh melakukan hubungan seksual karena akan berpengaruh terhadap kesehatannya.

 “Jangan sampai aturan ini malah menjadi dasar anak-anak muda melakukan seksual di luar pernikahan. Selain secara norma dilarang, dampak kesehatannya juga sangat berpengaruh," jelas Arzeti.

 

Reporter: Amelia Yesidora