Bareskrim Turun Tangan, Sita 1.883 Bal Impor Pakaian Bekas Impor
Satgas Importasi Ilegal Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri menyita 1.883 bal pakaian bekas dari Bandung dan Cikarang, Jawa Barat pada Selasa (6/8). Pakaian impor ilegal ini nilainya Rp 7,53 miliar dan awalnya bakal dijual lewat e-commerce lokal.
Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan barang ini merupakan impor dari Cina, Korea Selatan, dan Jepang. Menurutnya, keberadaan barang ini bisa merugikan penerimaan negara, mempengaruhi industri dalam negeri dan UMKM. Dampaknya, banyak pabrik garmen tutup dan UMKM tidak bisa bersaing.
“Bisa dibayangkan, nilai impor satu buah saja sudah berapa ribu (rupiah), tetapi bisa dijual dengan nilai yang sangat-sangat murah. Di mana kita bisa bersaing,” kata Komjen Wahyu dalam keterangan tertulis, Rabu (7/8).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut pihaknya menyita 20 ribu kain rol yang tidak dilengkapi perizinan impor. Nilai kain ini mencapai Rp 20 miliar.
Penyitaan pakaian bekas juga dilakukan oleh Ditjen Bea dan Cukai di dua pintu masuk barang. Pertama, Kantor Pelayanan Beacukai Tanjungpriok menyita 3.044 bal pakaian bekas senilai Rp 12,17 miliar.
Kedua, Kantor Pengawasawan Bea Cukai Cikarang menyita berbagai jenis tekstil dan produk tekstil atau TPT, kosmetik, dan barang elektronik. Produk TPT ini meliputi nilon, poliester, dan sintetik sebanyak 332 paket, pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi lainnya sebanyak 5.896 buah.
Produk jadi lainnya adalah karpet, handuk dan perlak sebanyak 695 buah, lalu alas kaki atau sepatu sebanyak 371 pasang. Kemudian, ada kosmetik yang terdiri atas sampo berbahan lidah buaya sebanyak 43 buah, serta barang elektronik seperti laptop, ponsel, dan mesin fotokopi sebanyak 6.578 buah.
“Dari hasil tindak tersebut, diperkirakan nilai barang keseluruhan sebesar Rp46,1 miliar,” kata Zulkifli.
Rugikan Negara dan Kurangi Serapan Tenaga Kerja
Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mendata data impor tekstil dan produk tekstil yang masuk ke dalam negeri dua kali lipat dari yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS).
Alhasil, pemerintah menaksir potensi nilai yang hilang dari perekonomian nasional akibat hal tersebut mencapai Rp 11,83 triliun per tahun.
"Pakaian ilegal yang tidak tercatat oleh BPS ini yang mendistorsi harga di pasar karena harga pakaian impor ini sangat murah dan dijual secara daring," kata Plt. Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Setya Permana di kantor Jakarta, Selasa (6/8).
Temmy mencatat pakaian impor ilegal tersebut dijual dengan harga Rp 3.500 sampai Rp 10.000 per lembar. Angka tersebut tidak termasuk harga pakaian bekas impor ilegal karena tidak tercatat dalam pos tarif negara asal maupun BPS.
Di sisi lain, masifnya impor tekstil ilegal tersebut membuat serapan tenaga kerja hilang 67 ribu orang dengan total pendapatan Rp 2 triliun per tahun. Pada saat yang sama, negara kehilangan pendapatan hingga Rp 6,2 triliun per tahun.
Secara rinci, negara tidak mendapatkan pendapatan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan senilai Rp 1,4 triliun per tahun. Sementara itu, kerugian dari sisi bea cukai mencapai Rp 4,8 triliun per tahun karena tidak membayar bea masuk.