Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah mendengar kemarahan masyarakat soal revisi Undang-Undang Pilkada.
Politikus PDIP yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Putra Nababan mengatakan ada dorongan besar dari masyarakat kepada DPR dan pemerintah agar taat pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh sebab itu, Putra meminta dua lembaga tersebut bisa mendengar.
"Sangat menyedihkan, DPR dan pemerintah diminta rakyat taat konstitusi. Logika berpikirnya bagaimana?" kata Putra di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8).
Putra meminta pemerintah dan DPR tak tutup mata serta meragukan kekuatan rakyat. Apalagi menurutnya, anggota DPR datang dan dipilih oleh rakyat.
"Lalu kita seperti katak dalam tempurung, kayak tidak mau mendengar," katanya.
Ia mengaku tak pernah melihat pemerintah sepasrah itu dengan ide yang disampaikan fraksi yang ada di Badan Legislasi DPR. Padahal, menurutnya pemerintah kerap mengingatkan DPR agar patuh terhadap konstitusi.
"Kemarin ini kok semuanya ikut semua padahal ada tiga kementerian di situ," katanya.
Pernyataan Putra disampaikan merespons maraknya penolakan revisi UU Pilkada. Bahkan, demonstran hari ini sudah menunggu di gerbang depan DPR untuk menyampaikan aspirasinya.
Sementara, sidang paripurna pengambilan keputusan tingkat dua revisi Undang-Undang tentang pemilihan kepala daerah yang digelar pada Kamis (22/8) ditunda. Hal ini dilakukan setelah pimpinan sidang menunda pembukaan sidang selama 30 menit.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin sidang mengatakan sidang tidak dapat dilanjutkan lantaran tidak memenuhi kuorum. Adapun yang hadir pada hari ini ada 89 orang, dan izin 87 orang dari 575 total anggota DPR dari sembilan fraksi.
“Oleh karena itu kita akan menjadwalkan kembali rapat bamus untuk paripurna karena kuorum tidak terpenuhi,” ujar Dasco memimpin sidang.