Respons MK Usai Putusannya Soal Syarat Pencalonan Pilkada Diabaikan oleh DPR

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom.
Rantai pengaman terpasang di pintu masuk Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
22/8/2024, 17.01 WIB

Mahkamah Konstitusi merespons langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berencana mengabaikan putusan MK dalam revisi UU Pilkada. Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan wewenang MK dalam aturan pilkada telah selesai dengan putusan yang dikeluarkan pada Selasa (20/8).

Meski putusan itu bersifat final dan mengikat, namun MK tidak berwenang turun tangan mengawal pelaksanaan UU. Fajar menjelaskan, tugas MK adalah menjawab, memberi solusi, dan memberi tafsir konstitusional atas UU Pilkada.

“Bagaimana kemudian putusan MK itu dilaksanakan, itu bukan mewenang MK lagi, itu mewenang pelaksana undang-undang,” kata Fajar saat ditemui di MK, Jakarta, Kamis (22/8).

Fajar sendiri enggan mengomentari hasil rapat Badan Legislatif atau Baleg DPR kemarin (21/8) yang menganulir Keputusan MK. Ia meminta pihak yang merasa dirugikan secara konstitusional menguji kembali MK.

“Tinggal nanti kita lihat, itu kan proses politik,” ujarnya.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka kemungkinan ikut aturan pilkada sesuai putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini jika revisi Undang-Undang Pilkada tak juga disahkan hingga pendaftaran calon gubernur dibuka pada 27 Agustus mendatang.

"Berarti kita ikut keputusan yang terakhir, keputusan dari Mahkamah Konstitusi." kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8).

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR menyetujui revisi UU Pilkada yang menganulir Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024. Dua poin tersebut terkait syarat pencalonan dalam pengajuan calon kepala daerah dan batas usia kepala daerah.

Revisi ini menganulir putusan MK pada 20 Agustus 2024. MK menurunkan syarat jumlah suara bagi partai politik dan gabungan partai politik yang akan mengusulkan calon di Pilkada 2024.

Dengan putusan MK, PDIP yang sebelumnya kehilangan kesempatan mengusung calon di Jakarta kembali mendapatkan peluang. Sebelumnya PDIP yang memiliki 15 kursi di DPRD tak lagi memiliki kawan untuk berkoalisi.

Dengan hitungan baru yang dibuat MK, maka partai dengan suara minimal 7,5% atau setara 618,967 suara. Adapun PDIP bisa saja mengusulkan calon karena meraih 851.174 ribu suara di Pemilu Jakarta.

Berbelok dengan putusan MK, Baleg menyepakati usulan ambang batas seperti aturan semula bagi partai yang memiliki kursi DPRD. Mereka menyepakati ambang batas 20% dari kursi DPRD atau 25% dari akumulasi suara sah pemilu sebagai syarat pencalonan kepala daerah.


Reporter: Amelia Yesidora