DPR Batalkan Pengesahan Revisi UU Pilkada, Minta KPU Pakai Putusan MK

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah) bersama dua Wakil Ketua DPR lainnya Lodewijk Freidrich Paulus (kiri) dan Rachmat Gobel (kanan) beranjak usai menskors rapat paripurna di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Penulis: Ade Rosman
22/8/2024, 18.25 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat membatalkan rapat paripurna pengesahan revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Rapat pengambilan keputusan yang seharusnya berlangsung pada Kamis (22/8) itu batal setelah sidang tidak memenuhi kuorum. Hanya 89 dari 575 anggota DPR yang hadir pada paripurna. 

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan batalnya pengesahan membuat DPR berdampak pada tahapan pilkada yang kini tengah berlangsung. Ia menyebut secara otomatis pendaftaran calon kepala daerah pada Pilkada 2024 menggunakan keputusan nomor 60 dan 70 yang baru disahkan Mahkamah Konstitusi pada Selasa (20/8). 

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi Ahmad Baidowi menjelaskan dengan batalnya pengesahan revisi maka penyelenggara pemilu memiliki dasar hukum kuat untuk melanjutkan proses. Ia menyebut ketentuan mengenai pilkada yang berlaku saat ini sepenuhnya merujuk pada putusan MK. 

“KPU melanjutkan tahapan pilkada menggunakan putusan MK tersebut,” ujar Baidowi seperti dikutip, Kamis (22/8). 

KPU telah menetapkan masa pendaftaran calon kepala daerah untuk provinsi, kabupaten dan kota dimulai pada 27 Agustus 2024. Kesempatan bagi partai politik dan gabungan partai politik mengusung calon berakhir pada 29 Agustus 2024. Adapun pilkada serentak digelar pada 27 November 2024. 

“Pengalaman pilkada serentak yang pertama kali digelar di Indonesia ini harus berjalan lancar dan sukses,” ujar Baidowi. 

Sebelumnya Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan akan menunggu keputusan konsultasi dengan DPR mengenai syarat penetapan calon kepala daerah. KPU telah bersurat kepada DPR mengenai putusan MK pada Rabu (21/8). 

Sebelumnya perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang yang sebelumnya sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah. Rapat Baleg yang berlangsung tiga sesi pada Rabu (21/8) berbuah sepakat. Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menolak rancangan undang-undang.  

Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada ini. Pertama, berkaitan dengan Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan yang disesuaikan dengan putusan Mahkamah Agung (MA). Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.  

Dengan merujuk pada aturan MA, DPR mengabaikan putusan terbaru yang dibuat  Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Dalam sidang pada Selasa (22/8) MK menegaskan bahwa penghitungan syarat usia calon kepala daerah harus terhitung sejak penetapan pasangan calon, bukan saat pasangan calon terpilih dilantik menjadi kepala daerah.  

Materi krusial kedua berkaitan dengan perubahan Pasal 40 UU Pilkada terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Dalam revisi terbaru, DPR hanya mengakomodasi sebagian dari putusan MK.  DPR menyimpulkan persyaratan pencalonan kepala daerah tetap mengacu pada ambang batas 25% suara sah atau 20% jumlah kursi untuk partai yang ada di parlemen. Sedangkan syarat suara berdasarkan persentase jumlah pemilih tetap sebagaimana ditetapkan MK hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPR. 

Revisi ini mendapat penolakan dari berbagai kalangan lantaran dinilai telah melanggar konstitusi. DPR dianggap menyalahi demokrasi karena tidak mengindahkan putusan MK. Gelombang protes pun pecah di sejumlah kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. 

Reporter: Ade Rosman