Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan potongan gaji karyawan untuk iuran program pensiun akan memberatkan kelas menengah. Muhadjir menyarankan kebijakan itu dikaji lebih mendalam.
“Ini harus dipertimbangkan soal penarikan iurannya itu, karena sebagian besar gaji karyawan kita masih belum di atas rata-rata,” kata Muhadjir di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (11/9).
Ketentuan mengenai tarikan iuran gaji karyawan untuk dana pensiun tambahan tertulis dalam Pasal 189 Ayat 4 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Ketetapan tersebut mengatur pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib bagi pekerja dengan penghasilan tertentu.
UU P2SK menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai penarikan iuran pensiun tambahan akan mulai berlaku dan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Menurut Muhadjir beragam jaminan sosial bagi pekerja yang telah ada saat ini sudah cukup representatif dan memadai untuk melindungi karyawan. Dia menguraikan saat ini para pekerja sudah dibebankan oleh beragam potongan gaji untuk jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pensiun hingga jaminan kehilangan pekerja.
“Sekarang ini yang harus kita perhatikan yakni menurunnya daya beli kelas menengah. Kalau kondisi ini ditambah lagi dengan iuran untuk pensiun itu, saya kira terlalu berat untuk sekarang,” ujar Muhadjir.
Dia pun mengakui bahwa perumusan PP terkait program pensiun tambahan belum dibahas secara intensif oleh pemerintah. Muhadjir menyampaikan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah mencegah penurunan daya beli masyarakat kelas menengah tidak berdampak pada kelompok sosial kelas miskin dan sangat miskin.
“Menurut saya berbagai macam tarikan yang diberikan kepada para karyawan sebaiknya dipertimbangkan masak-masak betul, karena sekarang belum ada penambahan tarikan saja sudah cenderung menurunnya daya beli mereka,” kata Muhadjir.
Rencana tambahan pemotongan gaji ini mendapat protes dari banyak pihak karena honorarium pekerja sudah banyak dipotong untuk berbagai jenis iuran, mulai dari program jaminan hari tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.
Kemudian juga ada potongan gaji untuk iuran BPJS Kesehatan, Pajak Penghasilan (PPh), dan adanya rencana iuran tambahan untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pada Senin (9/9) menilai penambahan iuran pensiun ini tidak perlu diterapkan saat ini karena bisa membebani para pekerja.
Bhima juga menjelaskan situasi pekerja informal dengan pendapatan antara Rp 5 juta hingga Rp 15 juta per bulan sudah dipotong berbagai iuran wajib seperti BPJS Kesehatan, PPh, dan Tapera.
Menurut Bhima, beban potongan pekerja yang sudah terlalu banyak dikhawatirkan akan menurunkan disposable income atau pendapatan yang siap dibelanjakan, sehingga diprediksi menekan daya beli kelompok menengah.
Dia menambahkan, situasi tersebut diperparah dengan kondisi disposable income per kapita sudah mengalami penurunan signifikan dalam sepuluh tahun terakhir.