Ingatan Robert B. Zoellick masih melekat pada pertemuannya dengan Sri Mulyani saat menemui Presiden Amerika Serikat Barack Obama 14 tahun silam. Ketika itu dia menjabat Presiden Bank Dunia (2007-2012) dan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peristiwa itu bagian dari rangkain agenda G20.
Kepada Obama, Robert juga memperkenalkan Sri Mulyani sebagai orang Indonesia yang pernah belajar di University of Illinois Urbana Champaign, Amerika. Menurut dia, banyak orang telah ditemui Presiden Obama.
“Tetapi saya dapat melihat antusiasmenya yang tulus saat ia menyapa seorang pemimpin wanita dari Indonesia dan University of Illinois. Sri Mulyani juga tampak bersemangat, meski seperti biasa ia tetap rendah hati di balik sosoknya yang cemerlang. Di momen itulah, saya menyaksikan dua pemimpin berbakat saling berbicara!”
Robert menyampaikan pandangan tersebut di bab “Kata Mereka” dalam buku No Limits, Reformasi dengan Hati. Ini sebuah buku biografi mengenai Sri Mulyani yang ditulis oleh Metta Dharmasaputra, Co-founder dan CEO Katadata. Buku tersebut diluncurkan malam ini, Jumat 20 September 2024, di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta.
Sebenarnya, Robert pertama kali bertemu Sri Mulyani di awal 2005, ketika mengunjungi Aceh dan Jakarta sebagai Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Ketika itu belum lama tsunami menerjang Aceh. Dia juga masih terbayang kehancuran dahsyat di sepanjang pantai, ketika anak-anak kehilangan orang tua dan orang tua kehilangan anaknya.
Di saat itu, pemerintah Amerika tahu bagaimana reputasi Sri Mulyani dalam hal integritas, profesionalisme pengelolaan keuangan, dan berbagai kebaikannya. “Karena itu, ketika pemerintah Amerika Serikat merancang bantuan untuk Aceh, kami tahu bahwa kami bisa mengandalkan dia dan beberapa kolega lainnya yang berdedikasi tinggi,” kata Robert.
Secara formal, dia bertemu kembali dengan Sri Mulyani pada 2007, setelah menjabat Presiden Bank Dunia. Saat itu ada pertemuan para Menteri Keuangan APEC di Australia. Robert pun meminta waktu berjumpa dengan mantan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) ini. Robert menyampaikan adanya situasi yang dihadapi seorang menteri reformis, yang sering kali mendapat penentangan.
“Di titik tertentu, mereka yang menolak pemerintahan yang bersih dan pro-perubahan, akan mendorong pemimpin itu untuk mundur, dan akan sulit bagi para reformis untuk tetap mempertahankan langkahnya. Saya katakan kepada Sri Mulyani, jika titik itu tiba, saya berharap dia akan datang untuk bekerja dengan saya di Bank Dunia.”
Dan benar, tiga tahun kemudian, Sri Mulyani bergabung dengan Bank Dunia. Sebagai Direktur Pelaksana Sri Mulyani bertanggung jawab terhadap sekitar separuh negara berkembang di dunia, meliputi wilayah Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika Utara. “Saya mengharapkan Sri Mulyani dapat membantu Bank Dunia dengan membagi pengalaman riilnya dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi dan politik,” ujar Robert.
Ketika itu mereka berkomitmen untuk berfokus pada pembangunan negara-negara kelompok ekonomi berpendapatan menengah (middle income economies). Karena itu perlu menyelaraskan reformasi dan layanan untuk kebutuhan negara-negara itu. Di sisi lain mendorong kelompok ekonomi berpendapatan menengah dalam sistem multilateral. Ini diperlukan untuk memacu pertumbuhan negara-negara dan penduduk termiskin di dunia.
Robert ingat, Sri Mulyani dan Ngozi Okonjo-Iweala, rekan kerjanya di Bank Dunia asal Nigeria yang kini mengepalai Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), membantunya merekrut pemimpin berbakat lainnya dari negara berkembang, terutama wanita. Sri Mulyani kemudian membina para koleganya dari berbagai negara dan latar belakang itu.
“Dalam banyak hal, entah itu masalah korupsi, lingkungan, pemberdayaan kelompok disabilitas, tantangan negara pasca-konflik, sistem data terbuka, atau pun dalam pengembangan sektor swasta, Sri Mulyani selalu menawarkan kecerdasan, perspektif, dan penilaiannya yang baik. Sebuah kehormatan bagi saya untuk bekerja sama dengannya dan belajar darinya.”