Angka Pernikahan di Indonesia Turun: Wanita Mandiri Banyak, Pria Mapan Sedikit

ANTARA FOTO/Novrian Arbi/aww.
Sejumlah pasangan berbaris untuk melaksanakan akad saat acara nikah massal di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (24/8/2024).
Penulis: Desy Setyowati
26/10/2024, 15.12 WIB

Angka pernikahan di Indonesia turun 128 ribu dibandingkan 2022 menjadi 1,6 juta tahun lalu, menurut data Badan Pusat Statistik atau BPS. Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga atau FISIP UNAIR Bagong Suyanto menilai, jumlah perempuan mandiri yang meningkat menjadi salah satu alasannya.

Data BPS 2024 menunjukkan angka pernikahan di Jakarta turun 4.000, Jawa Barat 29 ribu, Jawa Tengah 21 ribu, dan Jawa Timur sekitar 13 ribu. Secara keseluruhan di Indonesia, jumlah perkawinan turun 28,63% dalam 10 tahun terakhir.

Bagong Suyanto menilai salah satu penyebab penurunan angka pernikahan yakni  semakin terbukanya peluang perempuan untuk mengembangkan potensi diri.

“Angka itu turun karena kesempatan perempuan untuk bersekolah dan bekerja semakin terbuka lebar. Ketergantungan perempuan juga menurun,” kata Bagong dikutip dari laman resmi UNAIR.

Katadata.co.id merangkum persentase perempuan dan laki-laki dalam angkatan kerja formal berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional atau Sakernas BPS, sebagai berikut:

TahunLaki-lakiPerempuan
201544,89%37,78%
201645,05%38,16%
201745,66%38,63%
201846,1%38,1%
201947,19%39,19%
202042,71%34,65%
202143,39%36,2%
202243,97%35,57%
202344,19%35,57%

Data tersebut menunjukkan jumlah perempuan pekerja formal masih di bawah laki-laki. Namun angka perempuan yang bekerja sebagai tenaga profesional hampir menyamai jumlah laki-laki.

Angka persentase perempuan sebagai tenaga profesional menurut data BPS sebagai berikut:

  • 2010: 44,02%
  • 2011: 45,75%
  • 2012: 45,22%
  • 2013: 44,82%
  • 2014: 45,61%
  • 2015: 46,03%
  • 2016: 47,59%
  • 2017: 46,31%
  • 2018: 47,02%
  • 2019: 47,46%
  • 2020: 48,76%
  • 2021: 49,99%
  • 2022: 48,65%
  • 2023: 49,53%

Selain itu, jumlah laki-laki dengan kondisi ekonomi mapan yang tidak banyak menjadi faktor lain penurunan angka pernikahan. “Sebab, sekarang mencari pekerjaan semakin sulit,” ujar Bagong.

Berikut ciri-ciri kondisi ekonomi mapan menurut HSBC dan Pegadaian:

  • Memiliki rumah sendiri
  • Sudah menyisihkan dana pendidikan anak
  • Mampu membayar tagihan dan cicilan tepat waktu tanpa mengganggu arus kas atau cashflow keuangan pribadi
  • Mulai berinvestasi, karena mengindikasikan pendapatan lebih tinggi ketimbang pengeluaran
  • Memulai bisnis sendiri
  • Tidak terikat utang
  • Memiliki dana darurat

Menurut Guru Besar Sosiologi UNAIR itu, fenomena angka penurunan pernikahan karena jumlah perempuan yang mandiri meningkat merupakan hal yang wajar terjadi. “Ini konsekuensi yang tidak terhindarkan,” ujar dia. 

Akan tetapi, penurunan angka pernikahan dalam waktu yang lama berpotensi menurunkan angka kelahiran.

“Menurunnya angka pernikahan itu wajar. Tidak ada yang harus diperbaiki. Tapi yang penting memastikan hal ini berdampak positif untuk memberdayakan perempuan dan masyarakat,” ujar dia.

Bagong berharap fenomena tersebut memberikan dampak positif kepada masyarakat. “Menurunnya angka pernikahan harus beriringan dengan meningkatnya modal sosial masyarakat,” kata dia.