Kejagung Usut Dugaan Aliran Dana Masuk Kantong Tom Lembong di Kasus Impor Gula

ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.
Jurnalis merekam video Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar (kiri) didampingi Kepala Bidang Hubungan Media Dan Kehumasan Pusat Penerangan Hukum Kejagung Agus Kurniawan (kanan) menyampaikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Penulis: Ira Guslina Sufa
31/10/2024, 10.53 WIB

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus korupsi importasi gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016. Kasus ini menjerat mantan menteri perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan dalam kasus tersebut, negara mengalami kerugian Rp 400 miliar. “Ini (kerugian) akan terus dihitung untuk pastinya seperti apa. Mengenai aliran dana itu akan didalami juga,” kata Harli seperti dikutip Kamis (31/10). 

Ia mengatakan, penyidik juga sedang mengumpulkan keterangan untuk mengusut dugaan aliran uang tersebut kepada pihak yang terlibat. Selain Tom Lembong, Kejagung juga telah menetapkan Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai tersangka. 

Menurut Harli, penyidik juga akan meminta keterangan kepada delapan perusahaan yang diduga terlibat dalam kongkalikong kasus tersebut. Penelusuran kata Harli didasarkan pada keuntungan yang diterima delapan perusahaan. 

“Apakah misalnya ada aliran dana terhadap siapa saja? Itu nanti sangat bergantung dengan keterangan yang akan berkembang,” ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar pada Selasa (29/10) malam menjelaskan bahwa keterlibatan Tom Lembong dimulai ketika pada tanggal 12 Mei 2015. Saat itu rapat koordinasi antarkementerian menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula.

Akan tetapi, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk dijadikan gula kristal putih. Persetujuan impor yang telah dikeluarkan Tom Lembong itu tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri.

Qohar mengatakan, sesuai aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, pihak yang diizinkan mengimpor gula kristal putih hanyalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kemudian pada 28 Desember 2015 digelar rapat koordinasi di bidang perekonomian. Salah satu pembahasannya adalah Indonesia pada tahun 2016 diprediksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton.

Dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional, pada November hingga Desember 2015, Charles selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula, salah satunya adalah PT AP.

Delapan perusahaan itu mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, padahal perusahaan itu hanya memiliki izin pengelolaan gula rafinasi. Setelah itu, Kejaksaan menduga  PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula itu dijual oleh delapan perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram. Harga yang dilepas ke pasar  di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu, yaitu sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan operasi pasar.

"Bahwa dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram," kata Qohar.



Reporter: Ade Rosman