Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar menyatakan penetapan tersangka Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka tak perlu adanya bukti ia menerima aliran uang dalam kasus yang menjeratnya.
"Penetapan tersangka dalam tindak pidana korupsi ini, sesuai Pasal 2 dan Pasal 3, tidak mensyaratkan seseorang harus menerima uang," kata Abdul Qohar di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10).
Abdul Qohar mengatakan, unsur pidana sudah terpenuhi saat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan dilakukan untuk menguntungkan pihak lain. Ia mengatakan, saat ini penyidik tengah mendalami aliran dana ke Tom Lembong meskipun, aliran dana bukan menjadi satu-satunya indikator penetapan tersangka.
"Fokus kami adalah mengungkap seluruh aspek yang relevan sesuai unsur-unsur dalam pasal korupsi," kata dia.
Qohar mengungkapkan, fokus penyidikan pada periode Tom menjabat sebagai Menteri Perdagangan yakni 2015-2016. Ia mengatakan Kejagung tak menutup kemungkinan akan memeriksa pejabat lain di periode setelahnya.
"Saat ini, fokus penyidikan ada pada periode 2015-2016. Seiring berjalannya waktu, pemeriksaan terhadap pejabat yang terkait dalam kebijakan impor gula di periode selanjutnya juga mungkin dilakukan. Sabar, kami akan terus mendalami," katanya.
Di sisi lain, Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai penetapan tersangka Thomas Trikasih Lembong oleh Kejaksaan Agung tidak tepat dan tidak berdasar.
Ia mengatakan, penetapan tersangka Tom akan berakibat pada tidak beraninya orang untuk menjadi pejabat publik, lantaran Tom ditetapkan tersangka karena kebijakan yang diambilnya.
Fickar mengatakan, kebijakan sejatinya tak bisa dipidanakan karena dibuat pejabat publik dengan dasar wewenang yang dipegangnya.
"Kebijakan itu tidak bisa dipidanakan karena dibuat oleh seorang pejabat publik yang memiliki wewenang untuk itu, kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan sesuat materi yang bernilai ekonomis, ini namanya penyalahgubaan jabatan, gratifikasi, dan sebagainya," kata Fickar saat dihubungi, Kamis (31/10).
Dalam perkara itu, Tom ditetapkan sebagai tersangka karena memberikan izin impor gula. Menurut Fickar, pemberian izin impor oleh Tom tak dapat menjadi dasar penetapan tersangka.
"Soal koordinasi atau tidak dengan pejabat publik lain itu bukan urusan Kejaksaan Agung, bukan urusan hukum pidana, ini jelas-jelas kriminalisasi. Jangan-jangan karena Tom pernah menjadi tim sukses dari salah satu calon dalam kontestasi presiden. Jika ingin dipersoalkan mengapa baru sekarang, mengapa tidak 8 tahun yang lalu?" Kata dia.
Kriminalisasi juga ditunjukkan dengan tak diperlakukan tindakan yang sama pada Menteri Perdagangan sebelumnya dengan kebijakan yang sama.
"Kalau Tom bisa disebut korupsi karena merugikan negara ketika membolehkan perusahaan swasta yang impor gula dan bukan BUMN harus dilihat lagi kerugiannya apa? itu tafsir Kejaksaan belum ada buktinya," kata Fickar.
Ia pun menyoroti tak adanya reaksi dari Presiden Joko Widodo kala itu dan juga Menteri BUMN yang mempermasalahkan kebijakan impor gula tersebut.
"Kalau mau dipersoalkan mengapa Presiden sebagai atasan Mendag diam saja waktu itu, atau Menteri BUMN juga tidak bereaksi, artinya Presiden dan Menteri BUMN juga tidak mempersoalkan kebijakan itu, bahkan Presiden Jokowi pada waktu berkuasa menyatakan kebijakan tidak boleh dikriminalisasi," katanya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar mengungkapkan, selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan bisnis PT PPI periode 2015-2016 berinisial DS sebagai tersangka.
"Karena telah memenuhi alat bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi, adapun dua tersangka itu adalah satu TTL (Tomas Trikasih Lembong), selaku Mendag periode 2015-2016," kata Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, (29/10).
Qohar menjelaskan, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian yang dilaksanakan 15 mei 2015 silam telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu melakukan impor.
Namun, pada tahun yang sama Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton gula kristal mentah kepada PT AP yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih. Kerugian negara ditaksir senilai Rp 400 miliar.
Tom Lembong menjabat sebagai Mendag pada periode 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016, yakni di periode pertama Presiden Joko Widodo.