Pemerintah Dinilai Tak Serius Atasi Polusi Plastik

ANTARA FOTO/Andri Saputra.
Dua orang anak bermain di pantai sambil berenang antara sampah yang mengapung di laut di Pantai Kalumata Ternate, Maluku Utara, Jumat (15/11/2024).
28/11/2024, 20.59 WIB

Pemerintah Indonesia dinilai belum menunjukkan keseriusan dalam mengatasi polusi plastik secara sistematis. Penilaian ini berdasarkan dokumen negosiasi yang dikirimkan oleh pemerintah Indonesia dalam perundingan global untuk mengatasi polusi plastik yang berlangsung di Busan, Korea Selatan.

"Posisi Pemerintah Indonesia dalam negosiasi kelima Perjanjian Internasional tentang Plastik sangat mengecewakan," ujar Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abdul Ghofar dalam keterangan tertulis, Kamis (28/11).

Ghofar menjelaskan bahwa dalam pembahasan pasal enam, pemerintah Indonesia dalam dokumen usulannya menunjukkan ketidaksetujuan terhadap upaya pengurangan produksi plastik. Alasan yang disampaikan adalah pertimbangan kepentingan ekonomi dari industri plastik.

Padahal, industri plastik hulu, terutama yang berkaitan dengan minyak bumi dan petrokimia, merupakan penyumbang utama polusi plastik dan emisi gas rumah kaca yang berperan dalam memperburuk krisis iklim.

"Tanpa ada upaya pengurangan produksi plastik, maka upaya mengatasi polusi plastik dan krisis iklim tidak akan pernah tercapai," ujarnya. 

Selain itu, pernyataan Pemerintah Indonesia mengenai ruang lingkup perjanjian tidak memiliki komitmen mengikat yang spesifik, dan lebih berfokus pada prinsip-prinsip yang lebih luas.

Pernyataan Pemerintah Indonesia menunjukkan kurangnya penekanan pada langkah-langkah di hulu, seperti pembatasan atau pengurangan produksi plastik. Meskipun pendekatan pemerintah Indonesia kuat dalam hal prinsip, namun kurang tegas dalam menetapkan target global yang mengikat.

Dalam penelusuran, ditemukan bahwa sikap Pemerintah Indonesia terhadap Extended Producer Responsibility (EPR) dan ekonomi sirkular bergantung pada dukungan internasional dan kesiapan nasional. Solusi di hulu, seperti menghilangkan polimer dan bahan kimia berbahaya serta beralih ke alternatif yang berkelanjutan, dianggap kurang agresif.

Pemerintah Indonesia lebih berfokus pada kepraktisan, dengan mendesak agar transisi ke alternatif yang lebih ramah lingkungan tetap terjangkau dan dapat diakses, serta memprioritaskan pendekatan seimbang yang peka terhadap kondisi nasional.

Sementara itu, Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, mengatakan kesehatan masyarakat dan lingkungan Indonesia dipertaruhkan dengan posisi Pemerintah yang tidak ambisius dalam negosiasi ini.

Yuyun menilai intervensi Pemerintah Indonesia tidak memperlihatkan kesehatan sebagai prioritas, namun terus mendorong untuk menggenjot produksi plastik. Studi sudah memperlihatkan bagaimana dampak dan efek plastik pada kesehatan.

"Masyarakat Indonesia berhak tahu bahan kimia plastik apa saja yang ada dari produksi, produk dan emisi yang dihasilkan oleh industri-industri plastik ini dan masyarakat berhak untuk hidup di lingkungan yang aman dan sehat," ujar Yuyun.

Reporter: Djati Waluyo