BMKG Peringatkan Potensi Cuaca Ekstrem Menjelang Natal dan Tahun Baru
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG mengingatkan masyarakat yang melakukan perjalanan selama Natal 2024 dan Tahun Baru untuk mewaspadai cuaca ekstrem. Puncak musim hujan pada akhir bulan ini, terutama akan terjadi di Pulau Jawa Bagian Selatan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memproyeksikan, curah hujan pada akhir tahun ini lebih tinggi 20% secara tahunan akibat musim penghujan yang disertai La Nina lemah. Karena itu, Dwikorita mengimbau masyarakat berhati melalui jalan yang menyeberangi sungai.
"Dalam peta pergerakan Nataru 2024/2025 terlihat ada jalan tol yang berpotongan dengan sungai, ini biasanya menjadi sumber masalah. Titik itu perlu diwaspadai kalau cuaca ekstrem terjadi," kata Dwikorita dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR, Rabu (4/12).
Dwikorita menjelaskan, puncak musim hujan di Pulau Jawa bagian selatan akan terjadi pada akhir bulan ini, sedangkan puncak musim hujan pada bagian tengah hingga utara Pulau Jawa diprediksi terjadi pada Januari 2025.
Kementerian Perhubungan memprediksi pergerakan masyarakat selama Nataru 2024/2025 akan terjadi sejak 18 Desember 2024 hingga 5 Januari 2025. BMKG memperkirakan curah hujan akan cukup tinggi pada periode tersebut. Nataru 2024/2025 akan mengalami curah hujan yang cukup tinggi.
Dwikorita mengatakan, curah hujan tinggi akan diperburuk dengan meningkatnya kecepatan angin pada akhir tahun ini. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor, yakni turunnya udara dingin dari Siberia dan bergeraknya gerombolan awan dari Samudera Hindia ke dalam negeri.
Ia melihat, udara dingin dari Siberia sudah mulai memasuki wilayah Indonesia. Menurutnya, seluruh angin dingin tersebut akan tiba di dalam negeri pada 20-29 Desember 2024.
Ancaman Banjir Besar
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini telah menyiapkan skenario terburuk dan teringan akibat kombinasi curah hujan tinggi dan angin kencang tersebut. Ia mengatakan skenario terburuk adalah terulangnya banjir yang mengepung wilayah Jabodetabek pada 2020.
Banjir Jabodetabek 2020 merupakan banjir terbesar sejak 2015 dan setidaknya menelan sembilan korban jiwa. Dwikorita mengatakan banjir Jabodetabek 2020 juga disebabkan turunnya udara dingin dari Siberia.
Sementara itu, skenario teringan adalah terganggunya proses penyebrangan di Selat Sunda seperti pada 2022. Saat itu, setidaknya satu truk dan satu mobil penumpang jatuh ke laut akibat terguncangnya kapal penyeberangan saat proses penurunan penumpang.
"Penurunan angin dingin ini terus kami monitor. Semoga tidak ada bencana, tapi ada peluang kejadian tersebut terjadi secara hasil deteksi kami," katanya.
Selain angin dingin, Dwikorita mendeteksi adanya gerombolan awan yang bergerak dari Samudra Hindia ke dalam negeri. Menurutnya, fenomena tersebut menyebabkan curah hujan saat ini sudah mulai tinggi dari yang seharusnya.
Dwikorita menilai gerombolan awan tersebut akan menambah curah hujan yang sudah meningkat 20% lebih besar dari biasanya di Pulau Sumatra dan Jawa kalau tiba di dalam negeri antara 20 Desember 2024 sampai 5 Januari 2025. Oleh karena itu, Dwikorita berharap gerombolan awan tersebut sudah bergeser pada 20-28 Desember 2024 ke wilayah timur Indonesia.
"Ini poin yang menjadi kesiapsiagaan kami. Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk mengantisipasi kombinasi fenomena alam ini," katanya.