Wamenaker Nilai Perusahaan Ojol Berbohong Soal Bonus Lebaran
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer berencana memanggil seluruh aplikator ojek daring dalam waktu dekat. Immanuel menilai seluruh perusahaan aplikator telah membohongi pemerintah terkait pemberian Bonus Hari Raya atau BHR Lebaran 2025.
Immanuel bahkan menilai perusahaan aplikator sudah bersikap berlebihan. Hal tersebut tercermin dari banyaknya pengemudi ojek daring yang tidak mendapatkan BHR pada Bulan Ramadan 2025.
"Tingkat rakusnya para aplikator ojek daring sudah keterlaluan. Kami akan panggil semua aplikator ke kantor kami karena kini negara, presiden, menteri, rakyat, dan pengemudi ojek daring sudah dibohongi," kata Immanuel di Jakarta Pusat, Rabu (4/2).
Immanuel belum dapat memastikan apakah pemanggilan seluruh aplikator ojek daring akan dilakukan pekan depan, Senin (8/4), atau tidak. Immanuel memberikan sinyal beberapa aplikator yang dipanggil adalah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, PT Grab Indonesia, dan PT Teknologi Perana Indonesia atau Maxim.
Lebih jauh, Immanuel berencana melakukan audit keuangan terhadap seluruh aplikator ojek daring. Immanuel meragukan kepatuhan para aplikator dalam pembayaran pajak ke negara.
Saat ini, total pengaduan BHR Lebaran 2025 telah mencapai 61 dokumen hingga 29 Maret 2025. Immanuel belum menjelaskan apakah seluruh aduan tersebut telah ditangani atau belum.
Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengungkapkan bahwa sekitar 800 pengemudi ojol di seluruh Indonesia telah menerima BHR. Namun, sekitar 80% dari mereka hanya menerima Rp 50 ribu per orang.
SPAI menduga aplikator melanggar instruksi Presiden Prabowo Subianto serta surat edaran Kementerian Ketenagakerjaan. "Kami datang ke Kemnaker untuk mengadukan pencairan BHR yang tidak sesuai. Sebagai contoh, ada pengemudi dengan pendapatan tahunan Rp 93 juta yang hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu," ujar Lily.
Menurut Lily, seharusnya pengemudi tersebut mendapatkan BHR maksimal Rp 1,55 juta berdasarkan rata-rata pendapatan bulanan sebesar Rp 7,75 juta. Namun, pengemudi tersebut hanya menerima Rp 50.000.
"Rata-rata pengemudi yang melaporkan kasus ini memiliki pola yang serupa. Bahkan, ada yang sama sekali belum menerima BHR," ujar Lily.