Prabowo Minta Anggota BRICS Buka Akses Luas Bagi Pasar Negara Berkembang

ANTARA FOTO/HO/Biro Pers-Muchlis jr/wpa/foc.
Presiden Prabowo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva saat mengikuti rapat pleno KTT BRICS Ke-17 di Rio De Janeiro, Brasil, Minggu (6/7/2025).
7/7/2025, 17.48 WIB

Presiden Prabowo Subianto mendorong negara-negara anggota BRICS membuka akses yang lebih luas bagi negara berkembang atau global south dalam perdagangan internasional.

Akses ini mencakup perluasan pasar, keterhubungan dengan rantai pasok global, serta penguatan integrasi ekonomi negara-negara berkembang dalam sistem perdagangan dunia.

Prabowo mengusulkan hal tersebut dalam bentuk kerangka kerja sama South-South Economic Compact yang ia sampaikan saat sesi pleno KTT ke-17 BRICS di Rio de Janeiro, Brazil, pada Ahad (6/7).

Adapun informasi itu disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Arrmanatha Nasir (Tata) dalam keterangan pers yang disiarkan oleh kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (7/7).

"Bapak Presiden sempat mengusulkan adalah South-South Economic Compact. Tujuannya adalah agar negara-negara BRICS menjadi motor untuk memberikan akses yang lebih luas kepada negara-negara global south," kata Tata.

BRICS merupakan organisasi negara berkembang yang dibentuk oleh Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan. Mereka juga merupakan negara anggota awal saat berdirinya BRICS pada 2009. Indonesia telah menjadi anggota ke-11 blok ekonomi BRICS sejak 6 Januari 2025.

Adapun negara lain yang lebih dahulu bergabung pada tahun 2024, yaitu Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. BRICS juga memiliki delapan negara mitra, yaitu Belarusia, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Thailand, Uganda dan Uzbekistan.

Tata mengatakan saat ini BRICS mencakup sekitar 40% populasi dan sekitar sepertiga ekonomi dunia. Dengan status tersebut, BRICS ingin membantu global south agar kepentingannya dapat menjadi perhatian dalam pengambilan keputusan global.

Salah satu langkah yang menjadi prioritas adalah mendorong penguatan kemitraan ekonomi antara negara-negara global south, serta memperluas pemanfaatan New Development Bank (NDB), bank binaan BRICS.

NDB saat ini sedang menangani sekitar 120 proyek dengan nilai total sekitar US$ 39 miliar. Proyek-proyek tersebut terbagi atas beragam sektor seperti energi bersih, infrastruktur, serta proyek-proyek yang berkaitan dengan keberlanjutan dan ekonomi hijau.

"NDB jadi itu adalah salah satu opsi agar negara berkembang bisa mengangkat permasalahan pembiayaan pembangunannya sendiri. Itulah yang dicoba didorong oleh BRICS dan negara berkembang lainnya," ujar Tata.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu