Data Bahlil Belum Lengkap, Sidang Gugatan Kelangkaan BBM Swasta Ditunda Sepekan

Katadata
Sidang gugatan kepada Menteri ESDM, Pertamina, dan Shell di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/10). Foto: Ade Rosman/Katadata
8/10/2025, 20.09 WIB

Sidang gugatan perdata atas kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan tergugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, PT Pertamina (Persero), dan PT Shell Indonesia ditunda sepekan. 

Pada sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/10), Bahlil dan Pertamina belum menyelesaikan syarat administratif yakni memberikan surat kuasa. Sedangkan Shell tidak hadir dalam sidang. 

“Jadi untuk pihak tergugat I dan II ya untuk legal standing belum lengkap, surat kuasa belum ada. Untuk PT Shell sampai jam 12 belum hadir, padahal surat pemanggilan sudah dikirim dengan patut,”  kata Hakim Ketua Ni Kadek Susantiani dalam sidang. 

Atas dasar itu, hakim kemudian memutuskan sidang ditunda sepekan hingga Rabu (15/10). "Saya berharap sudah lengkap minggu depan,” kata hakim. 

Gugatan bernomor perkara 648/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst ini diajukan oleh seseorang bernama Tati Suryati pada 29 September 2025. Kuasa hukum penggugat, Boyamin Saiman, mengatakan kliennya merupakan pemilik kendaraan bermotor yang memilih untuk menggunakan BBM jenis V-Power Nitro+ dengan Research Octane Number (RON) 98 yang merupakan produk milik Shell.

Pada 14 September 2025, penggugat berniat mengisi BBM di SPBU BSD 1 dan BSD 2, tapi BBM jenis V-Power Nitro+ dengan RON 98 yang biasa digunakan tidak tersedia. Ia juga mencoba mendapatkan BBM jenis V-Power Nitro+ dengan RON 98 di SPBU lainnya di sekitar Alam Sutera hingga Bintaro dan nihil.

“Akhirnya penggugat terpaksa menggunakan jenis yang tersedia yaitu Shell Super dengan Research Octane Number (RON) 92,” kata Boyamin dalam keterangannya, dikutip Selasa (30/9).

Boyamin mengatakan, berdasarkan pengakuan dari petugas SPBU yang melayani pengisian, BBM jenis V-Power Nitro+ dengan RON 98 sudah mencapai batas kuota yang diberikan oleh Bahlil.

“Bahwa tergugat I (Bahlil) melalui pernyataan di beberapa media yang dipublikasikan pada tanggal 20 September 2025 menyatakan bahwa pemerintah membuat keputusan untuk tetap melayani penjualan BBM impor tetapi itu akan diberikan lewat kolaborasi dengan Pertamina,” katanya

Badan usaha swasta dalam hal ini pun menyetujui untuk membeli dari Pertamina, dalam bentuk komoditi berbasis base fuel atau produk BBM yang belum dicampur aditif dan pewarna. Kemudian melakukan pemeriksaan kualitas dengan join surveyor.

Sedangkan harga akan ditentukan oleh pemerintah dan disepakati bersama. Pertamina dan badan usaha swasta melakukan koordinasi terkait dua hal yakni skenario penyediaan pasokan untuk pemenuhan kebutuhan badan usaha swasta, serta pembahasan terkait aspek komersil antar badan usaha tersebut untuk merealisasikan arahan Bahlil selaku Menteri ESDM.

Atas hal itu, Bahlil, Pertamina, dan Shell dituding telah melakukan perbuatan melawan hukum. “Dengan membatasi kuota BBM pada Badan Usaha Swasta yang mengakibatkan penggugat tidak bisa menentukan pilihan penggunaan BBM,” kata Boyamin.

Penggugat menilai, Bahlil telah secara sengaja melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur Pasal 12 ayat (2) Perpres 191/2014, yang menyatakan “Setiap badan usaha memiliki hak dan kesempatan yang sama melakukan impor minyak bumi, asalkan mendapat rekomendasi dari Kementerian ESDM dan izin dari Kementerian Perdagangan."

“Dampaknya sangat dirasakan oleh penggugat sebagai pengguna BBM Jenis V-Power Nitro+ RON 98 yang pastinya akan berbeda dengan base fuel meskipun memiliki RON 98,” katanya.

Di sisi lain, penggugat menilai Shell tak dapat melindungi konsumennya yang berhati-hati untuk menentukan BBM yang digunakan untuk kendaraannya, dalam hal ini jenis V-Power Nitro+ RON 98.

Penggugat khawatir terjadi kerusakan pada kendaraannya karena terpaksa menggunakan jenis BBM yang tersedia, yaitu Shell Super dengan RON 92. Padahal, kendaraan miliknya terbiasa menggunakan V-Power Nitro+ RON 98.

“Dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusakan maka penggugat tidak menggunakan kendaraan tersebut sejak tanggal 14 September 2025 hingga saat ini,” kata Boyamin.

Atas hal itu, ia menaksir kerugian materiil yang diderita penggugat selama dua minggu setara dengan dua kali pengisian BBM V-Power Nitro+ RON 98 yaitu 2 x Rp 560.820 = Rp 1.161.240. Selain itu, penggugat juga mengklaim mengalami kerugian immateriil karena merasa cemas ketika kendaraan terpaksa menggunakan Shell Super dengan RON 92.

“Kerugian immateriil yang berpotensi dialami oleh penggugat adalah tidak lagi bisa menggunakan kendaraan tersebut selamanya, nilai dari mobil tersebut adalah Rp 500.000.000,” katanya.

Atas hal itu, penggugat meminta agar ketiga tergugat dinyatakan melawan hukum dan mengganti kerugian materiil Rp 1.161.240 serta imaterill Rp 500.000.000.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Ade Rosman