Di tengah hiruk pikuk keramaian kompleks Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat, berdiri sebuah masjid yang tak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga sumber kehidupan hijau. Di atap Masjid Asy-Syifa, terdapat kebun seluas tiga kali empat meter dan tiga kali enam meter yang ditumbuhi berbagai sayuran hijau seperti kangkung hingga bayam. Sayuran-sayuran itu ditanam dengan sistem hidroponik yang dimulai ketika pandemi Covid-19.

“Sekitar tahun 2020, saat pandemi, kami mulai coba menanam dengan alat sederhana. Ternyata berhasil. Lalu kami ajukan proposal ke sebuah lembaga dan akhirnya dibangunlah sistem hidroponik yang sekarang, dengan anggaran sekitar Rp200 juta,” ujar Penanggung Jawab Hidroponik dan Bendahara Masjid Asy-Syifa RSCM, Halim Kusnadi, S.Gz., RD. kepada Katadata, Kamis (6/11).

Dikenal sebagai “green mosque”, Masjid Asy-Syifa menerapkan sistem smart farming untuk tanaman hidroponik mereka. Melansir situs web Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), smart farming merupakan penerapan teknologi informasi dan komunikasi seperti sensor, Internet of Things (IoT), big data analytics, robotika, dan kecerdasan buatan (AI) dalam proses pertanian yang mampu meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan.

Sayuran hijau tumbuh di atap Masjid Asy-Syifa RSCM. (Masjid Asy-Syifa RSCM)

“Melalui sistem smart farming, semua nutrisi dan pH air dapat dikontrol dari ponsel sehingga lebih efisien dan akurat,” kata Halim. Kini, instalasi hidroponik di Masjid Asy-Syifa menjadi salah satu contoh urban farming berbasis rumah ibadah di Jakarta.

Selain itu, kebun ini juga menjadi sarana dakwah ekologi yang mengajarkan jamaah untuk peduli lingkungan dan mandiri pangan. “Kami ingin masjid tidak hanya jadi tempat ibadah, tapi juga memberi manfaat bagi lingkungan,” ucap Halim.

Halim menambahkan, kolaborasi dengan Pemprov DKI dan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) juga terjalin baik. Mereka sering memberi arahan dan dukungan agar produksi meningkat.

Namun, Halim melanjutkan, mengelola urban farming tidak terlepas dari kendala. Biaya awal yang tinggi hingga tantangan teknis lainnya membuat banyak inisiatif berhenti di tengah jalan. “Tantangannya memang besar, terutama di rooftop. Pernah waktu hujan angin, atap kami sempat jebol. Tapi semangatnya tidak surut”.

Halim menuturkan, bagi Masjid Asy-Syifa, semangat menanam di tengah keterbatasan lahan adalah bentuk keteguhan bahwa kota bisa tetap hidup dan bernafas segar.

Urban farming itu jangan hanya sebatas tren. Perlu terus ditunjukkan contoh-contoh suksesnya supaya masyarakat terinspirasi dan muncul kemauan. Karena kalau ada kemauan, setiap rooftop dan gang sempit di Jakarta bisa jadi ladang kehidupan,” pungkas Halim.

Gerakan Urban Farming terus Meluas di Jakarta

Kebun vertikal milik Ladang Farm (Pemprov DKI Jakarta)

Semangat hijau seperti yang tumbuh di Masjid Asy-Syifa rupanya telah menjalar ke berbagai penjuru Jakarta. Salah satunya di kawasan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, tempat berdirinya Ladang Farm Teknologi yang merupakan kebun hidroponik vertikal setinggi 18 meter dan disebut sebagai ladang pertanian vertikal tertinggi di Indonesia.

Didirikan pada 2022 di bawah naungan PT Ladang Teknologi Nusantara, Ladang Farm berawal dari ide sederhana, yaitu bagaimana kemampuan rekayasa teknologi bisa menjawab tantangan keterbatasan lahan di kota besar. “Awalnya kami bergerak di bidang engineering atau software. Dari situ muncul keinginan untuk mengembangkan teknologi di bidang pertanian,” ujar Nova Riswanto, General Manager Ladang Farm dalam kanal YouTube Kementerian Pertanian, Minggu (2/11).

Kebun vertikal ini menghadirkan barisan tanaman seperti selada, mint, shiso atau perilla, Italian basil, hingga Thai basil yang tumbuh rapi di rak bertingkat. Dengan 33 ribu lubang tanam, Ladang Farm mampu memproduksi hingga dua ton sayuran segar per bulan yang sebagian besarnya dikirim ke restoran-restoran di Jabodetabek.

Sistem sirkulasi air di kebun ini menggunakan prinsip gravitasi, yaitu air dipompa ke atas, lalu mengalir kembali ke bawah secara alami. Selain itu, untuk memudahkan aktivitas di ketinggian, disediakan car lift atau lift barang khusus untuk panen dan tanam.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengunjungi kebun vertikal milik Ladang Farm, (18/9). (Pemprov DKI Jakarta)

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, yang sempat meninjau lokasi, menyebut Ladang Farm sebagai model ideal pertanian perkotaan. Ia juga menyoroti pelibatan masyarakat sekitar sebagai kekuatan utama.

“Yang membuat saya senang adalah mereka juga melibatkan masyarakat sekitar. Kreativitas seperti ini luar biasa. Ini contoh bagaimana kota bisa tetap produktif tanpa butuh lahan luas,” ujar Pramono dalam keterangan resmi, Kamis (18/9).

Pemprov DKI Jakarta juga berencana membantu penyediaan panel surya untuk mengatasi tantangan biaya listrik, yang menjadi salah satu kendala utama pertanian vertikal modern.

Data Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (KPKP) DKI Jakarta mencatat, hingga kini terdapat 5.910 pelaku urban farming yang tergabung dalam 521 kelompok tani di seluruh wilayah ibu kota. Mereka tersebar di rumah ibadah, sekolah, perkantoran, hingga lembaga pemasyarakatan. Pemprov DKI Jakarta menyediakan pelatihan, pendampingan penyuluh, sarana produksi, hingga kemitraan dengan swasta dan BUMD.

Semua ini sejalan dengan Desain Besar Pertanian Perkotaan 2018-2030, yang menekankan pentingnya pertanian berbasis ruang. Dengan pendekatan vertikal, atap gedung, dinding bangunan, bahkan gang sempit bisa disulap menjadi lahan produktif.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.