Daftar 17 Kementerian yang Bisa Dijabat Polisi Usai Kapolri Teken Aturan Baru

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) didampingi Irwasum Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri (kiri) dan Kabareskrim Komjen Pol Wahyu Widada (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2024).
Penulis: Ade Rosman
Editor: Yuliawati
12/12/2025, 14.23 WIB

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meneken peraturan polri (Perpol) No.10/2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri. Atas dasar aturan itu, kini anggota aktif polri dapat menjabat di luar struktur kepolisian.

Berdasarkan aturan ini, anggota Polri diperbolehkan menjabat di 17 Kementerian/Lembaga.

Pada Pasal 3 Perpol No.10/2025 disebutkan anggota Polri dapat mengisi jabatan di dalam maupun di luar negeri seperti organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.

Dalam pasal itu juga dituliskan bahwa anggota Polri dapat bertugas pada jabatan manajerial dan non-manajerial.

Adapun, anggota Polri boleh menjabat di luar struktur kepolisian itu apabila jabatan lain itu berkaitan dengan fungsi kepolisian dan berdasarkan permintaan dari kementerian/lembaga atau organisasi internasional.

“Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan jabatan yang ada pada instansi atau instansi lain yang memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian berdasarkan permintaan dari kementerian/ lembaga/badan/komisi, Organisasi Internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia," bunyi Pasal 3 ayat (4).

Berikut daftar 17 Kementerian/Lembaga yang dapat diduduki oleh anggota Polri berdasarkan Perpol No.10/2025 :

1. Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan
2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
3. Kementerian Hukum
4. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
5. Kementerian Kehutanan
6. Kementerian Kelautan dan Perikanan
7. Kementerian Perhubungan
8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
9. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
10. Lembaga Ketahanan Nasional
11. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
13. Badan Narkotika Nasional (BNN)
14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
15. Badan Intelijen Negara (BIN)
16. Badan Siber Sandi Negara (BSSN)
17. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Di sisi lain, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Kapolri tidak lagi dapat menugaskan polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil. Polisi aktif harus mundur atau pensiun untuk dapat menduduki jabatan sipil di luar institusi kepolisian.

Hal ini tercantum dalam putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menguji Pasal 28 Ayat (3) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Permohonan ini diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite.

Mahkamah menyatakan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud.

Hakim mengatakan, adanya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” telah mengaburkan substansi frasa “setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

Hakim mengatakan perumusan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian. Hal ini juga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berada di luar institusi kepolisian.

Makanya, Mahkamah menilai dalil hukum Pemohon yang menyatakan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 tersebut, telah menimbulkan kerancuan dan memperluas norma pasal a quo.

Dengan demikian, ketentuan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana telah dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

“Oleh karena itu, dalil para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Hakim Konstitusi Ridwan membacakan pertimbangan hukum mahkamah.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Ade Rosman