Otomotif Terpukul Pandemi: Nissan Tutup, Renault PHK 15 Ribu Karyawan

ANTARA FOTO/REUTERS/Soe Zeya Tun
Tsukasa Daigoku, CEO Renault Japon Co. Ltd memperlihatkan mobil Alpine A110S oleh Renault saat Tokyo Motor Show di Tokyo, Jepang, Rabu (23/10/2019).
Penulis: Pingit Aria
1/6/2020, 07.00 WIB

Pandemi corona benar-benar memukul industri otomotif dunia. Pelemahan daya beli hingga larangan bepergian membuat penjualan mobil merosot. Beberapa pabrikan mulai memangkas karyawan hingga menutup pabriknya. Ada yang melakukannya untuk sementara, ada pula yang permanen.

Pembuat mobil Prancis Renault pada Jumat (29/5), menyatakan rencana untuk memangkas sekitar 15 ribu pekerjanya yang tersebar di seluruh dunia. Di antaranya, 4.600 merupakan pekerja Prancis, negara asal Renault.

Langkah-langkah restrukturisasi - termasuk pemutusan hubungan kerja, transfer dan rencana pensiun ini akan berdampak pada sekitar 8% dari total pekerja global Renault yang saat ini berjumlah 180 ribu orang.

Renault berupaya untuk mencari opsi penghematan sebesar 2 miliar euro atau sekitar US$ 2,22 miliar (Rp 32,5 triliun) untuk bertahan di tengah pandemi corona.

(Baca: Selain Indonesia dan Spanyol, Nissan Tutup Pabrik di Korea Selatan)

Dilaporkan AFP, Renault segera memulai pembicaraan dengan serikat pekerja untuk merestrukturisasi beberapa pabrik. Kebijakan ini diambil menyusul penurunan penjualan. "Mereka bersikeras bahwa segala sesuatu akan dinegosiasikan," kata Franck Daout dari serikat buruh CFDT.

Di pihak lain, Pemerintah Prancis mengancam untuk membatalkan rencana bailout sebesar 5 miliar euro bagi Renault juka perusahaan gagal mencapai kesepakatan dengan pekerja. Skema ini merupakan bagian dari paket stimulus terkait dengan pandemi corona.

Selain merumahkan karyawan, Renault juga akan memangkas biaya dari sejumlah pekerjaan subkontraktor di bidang-bidang seperti Teknik dan mengurangi jumlah komponen yang digunakannya. Renault juga membekukan rencana ekspansi di Rumania dan Maroko.

Perusahaan berencana untuk memangkas kapasitas produksi global menjadi 3,3 juta kendaraan pada tahun 2024, setelah sebelumnya berada di angka 4 juta. Mereka akan fokus pada jenis kendaraan yang dianggap lebih menguntungkan seperti van kecil atau mobil listrik.

(Baca: Sektor Retail, Otomotif & Manufaktur Jepang Anjlok Diterjang Pandemi)

Renault, seperti mitranya dari Jepang, Nissan, sudah berada di bawah tekanan ketika pandemi melanda. Nissan telah membukukan kerugian pertama dalam satu dasawarsa pada tahun 2019.

Akibatnya, Nissan melakukan efisiensi besar-besaran dengan menutup pabrik perakitan mereka di Indonesia. Produsen otomotif terbesar kedua di Jepang itu akan menjadikan Thailand sebagai basis produksi tunggalnya di Asia Tenggara.

Berikut adalah data turunnya penjualan mobil di Indonesia setelah pandemi corona:

Selain di Indonesia, Nissan juga menutup pabrik perakitan di Barcelona, Spanyol. Selanjutnya, pabrik Nissan di Sunderland, Inggris, akan menjadi basis produksi untuk Eropa.

Bagaimanapun, dalam restrukturisasi itu, Nissan mengumumkan rencana kerja empat tahun perusahaan. Nissan menargetkan stabilitas keuangan dan profitabilitas pada akhir tahun fiskal 2023.

(Baca: Susul Honda, Nissan Tutup Pabrik di Indonesia Akibat Corona)

Sebelumnya, Sebelumnya, PT Honda Prospect Motor (HPM) juga menghentikan produksi seiring merebaknya wabah Covid-19 dan lesunya penjualan di Indonesia. Namun, berbeda dengan Nissan yang tutup permanen, penghentian produksi mobil Honda hanya sementara.

Kantor pusat HPM memberlakukan work from home dan social distancing sesuai protokol pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Rencananya, penutupan pabrik masih terus dilakukan sambil menunggu kejelasan soal status PSBB selanjutnya dari pemerintah.

Reporter: Antara