Produsen otomotif terbesar ke-dua di dunia asal Jerman, Volkswagen (VW), menyatakan akan membangun enam pabrik baterai listrik di Eropa yang ditargetkan beroperasi penuh pada 2030. VW tengah dalam proses transisi besar untuk beralih sepenuhnya memproduksi mobil listrik bertenaga baterai.
Mereka memasang target untuk menguasai 70% pasar mobil listrik di Eropa, 50% di Amerika Serikat (AS), dan 50% di Tiongkok pada 2030. Saat ini, ketiga pasar tersebut masih dikuasai oleh Tesla.
“Transformasi kami akan cepat, yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Chief Executive Officer (CEO) VW Herbert Diess seperti dikutip dari Reuters, Selasa (16/3). “E-mobility sudah menjadi core bisnis kami”.
VW tidak menyebutkan secara spesifik berapa investasi yang dibutuhkan untuk rencana besarnya tersebut. Pada Desember 2020 mereka menyebutkan siap membelanjakan sekitar US$ 41,7 miliar (Rp 600,6 triliun, asumsi kurs Rp 14.400 per dolar) untuk e-mobility sampai 2025.
Grup VW yang memiliki 15 merek mobil di bawah portofolionya tergolong lamban dalam elektrifikasi. Bahkan pada 2015 lalu grup ini mengakui kecurangan yang dilakukannya pada uji emisi diesel di AS serta harus berurusan dengan otoritas Tiongkok terkait kuota kendaraan listriknya yang minim.
VW akan membangun keenam pabriknya ini secara mandiri ataupun dengan kemitraan. Nantinya keenam pabrik ini akan memiliki kapasitas produksi total hingga 240 gigawatt hour (GWh) per tahun.
Pabrik baterai pertama VW akan dibangun bekerja sama dengan perusahaan asal Swedia, Northvolt, dengan kapasitas produksi sebesar 40 GWh. Pabrik ini ditargetkan mulai berproduksi pada 2023.
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, VW akan meningkatkan sahamnya di Northvolt hingga 20% dan juga mengambil alih saham perusahaan Swedia tersebut dalam pembangunan pabrik baterai kedua di kota Salzgitter, Jerman, pada 2025.
Kemudian VW akan membangun pabrik baterai ketiganya di Spanyol atau Prancis atau Portugal pada 2026, kemudian satu pabrik di Polandia atau Slovakia atau Republik Ceko pada 2027. Sedangkan dua pabrik lainnya baru akan dibangun pada 2030.
Untuk mendukung transisinya menuju kendaraan listrik, VW juga akan membangun infrastruktur pengisian daya secara besar-besaran. Kurangnya infrastruktur ini akan menjadi penghalang terbesar untuk transisi tersebut.
VW akan bekerja sama dengan produsen minyak British Petroleum (BP), Enel, dan Iberdola, untuk membangun sekitar 18 ribu stasiun pengisian daya di seluruh Eropa hingga 2025. Investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai US$ 477 juta atau sekitar Rp 6,9 triliun.
Di Amerika utara, VE menargetkan 3.500 titik pengisian daya pada akhir 2021 melalui unit Electrify America-nya. Sementara di Tiongkok, yang merupakan pasar mobil listrik terbesar di dunia, VW menargetkan 17 ribu titik pengisian daya pada 2025.
Simak jumlah stasiun pengisian mobil listrik di dunia pada databoks berikut ini:
VW yang tahun lalu mengakuisisi 26,5% saham pembuat baterai di Tiongkok, Guoxuan High-tech Co. Ltd., menargetkan untuk menjual lebih dari 2 juta mobil listrik dalam setahun hingga 2030.
Untuk memangkas biaya yang timbul dari produksi baterai secara mandiri, VW akan mengembangkan baterai berjenis prismatic cell mulai 2023. Ini berbeda dengan desain baterai pada mobil listrik Tesla yang menggunakan sel baterai silinder, yang menyerupa baterai senter, yang murah dan mudah diproduksi.
“Kami akan menurunkan biaya sistem baterai hingga di bawah US$ 119 per KWh. Ini akan membuat e-mobility lebih terjangkau dan menjadi teknologi penggerak yang dominan,” kata Direktur VW, Thomas Schmall.
Menurut data Benchmark Mineral Intelligence, rata-rata biaya sel baterai untuk mobil listrik saat ini mencapai US$ 110 per KWh per Desember 2020.