Menteri Pertanian periode 2014-2019, Amran Sulaiman meminta menteri pertanian yang baru dilantik Syahrul Yasin Limpo membenahi produksi empat komoditas strategis. Komoditas pangan tersebut di antaranya adalah gula, kedelai, bawang putih serta daging sapi.
"Ini perlu diselesaikan satu per satu," kata dia di Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (25/10).
Amran menyebut, masalah impor beras telah ditangani pada masa kepemimpinannya. Oleh sebab itu, Indonesia saat ini mampu memproduksi beras tanpa impor.
Sebagai informasi, Kementan melaporkan stok beras aman hingga musim panen selanjutnya atau hingga awal tahun depan. Karena itu, Kementan menilai pemerintah tidak perlu mengimpor beras untuk memeneuhi kebutuhan pangan masyarakat.
(Baca: Tak Lagi Jadi Menteri, Amran Tuding BPS Gunakan Data Mafia )
Sedangkan, komoditas pangan lainnya, Amran menilai masih perlu upaya peningkatan produksi agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Dia pun mencontohkan komoditas gula. Indonesia berada di urutan pertama negara pengimpor gula terbesar di dunia periode 2017-2018 dengan total volume impor 4,45 juta ton. Indonesia bahkan mengungguli Tiongkok yang berada di posisi kedua dengan impor 4,2 juta ton dan Amerika Serikat dengan 3,11 juta ton.
Selain itu, dia pun meminta produksi daging digenjot. Sebab, Indonesia saat ini masih mengimpor daging sapi, salah satunya dari Brasil. Impor daging sapi dilakukan agar harga daging di Indonesia terjangkau masyarakat.
Tak hanya pembenahan produksi komoditas strategis, Amran juga meminta mentan Syahrul untuk memperbaiki data pangan. Sebab, data lahan sawah yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai tidak akurat.
Ia menuding skema Kerangka Sampel Area (KSA) yang digunakan BPS dalam meramal luas panen sebagai data milik mafia.
(Baca: Pengusaha Minta Mentan Syahrul Yasin Limpo Rem Impor Pangan)
Sebab, data yang diambil oleh BPS, Badan Informasi Geospasial (BIG) dan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional telah menggunakan sampel yang salah. Bahkan tingkat kesalahannya dinilai mencapai 92%.
Meski begitu, data yang salah tersebut tetap disahkan oleh berbagai lembaga seperti BPS, BIG, BPN, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). “Ini harus diperbaiki,” kata Amran.
Contoh kesalahan data terjadi di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Dia mengatakan seharusnya terdapat 9.700 hektare lahan sawah di wilayah tersebut, namun citra satelit tidak menangkap adanya lahan sawah.
Kesalahan itu bahkan menurutnya telah diprotes oleh 130 gubernur dan bupati.
Dia juga mengatakan kesalahan data bisa berdampak pada penurunan anggaran subsidi pupuk. Berdasarkan hitungannya, sebanyak 8 juta petani berpotensi tak mendapat subsidi pada tahun depan dan berimbas menurunnya produksi pertanian. Oleh karena itu, ia pun sempat menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan akan memperbaiki data pangan dalam 100 hari kerja. Data itu akan meliputi komoditas pertanian, perkebunan, dan peternakan. Syahrul juga ingin data tersebut mudah dibaca oleh citra satelit dan proses pengambilannya dilakukan dengan melibatkan seluruh lembaga.
"Jadi tidak ada lagi data Kementan" katanya.