Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) membentuk desa siaga api di Sumatera dan Kalimantan. Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan desa siaga tersebut guna mencegah kebakaran hutan dan lahan di konsesi sawit.
Gapki telah menggandeng 527 desa di sekitar wilayah operasional perusahaan. Upaya ini melalui program pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
"Program ini dilaksanakan sejak 2015 dan berjalan sampai sekarang. Bahkan dibentuk desa-desa siaga api yang baru,” kata Mukti di kantornya, Jakarta, Kamis (17/10).
Desa siaga api merupakan inisiatif perusahaan anggota GAPKI bersama pemerintah, Polri, TNI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan masyarakat sekitar. Program tersebut dinilai efektif untuk mengendalikan kebakaran lahan.
(Baca: Ekspor Minyak Sawit Hingga Juli Naik 6,7% jadi 19,7 Juta Ton)
Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan dikemas dalam berbagai nama antara lain Masyarakat Peduli Api (MPA) oleh PT Astra Agro Lestari Tbk, Desa Makmur Peduli Api (DMPA) oleh Grup Sinar Mas, Masyarakat Bebas Api oleh Grup Musim Mas, Fire dan Free Alliance (FFA) dari Grup Wilmar, Kelompok Tani Peduli Api oleh Grup Sampoerna Agro, dan sebagainya.
Perusahaan anggota Gapki lainnya juga mengemas kegiatan penanggulangan dan pencegahan kebakaran lahan dalam program perusahaan. Adapun, pelaksanaan program ini utamanya untuk Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Dengan adanya program tersebut, Mukti mengatakan jumlah titik panas dan titik api di dalam konsesi sawit maupun lahan masyarakat di sekitar perkebunan perusahaan menurun. "Jumlahnya sekitar 11 persen dari total titik panas tahun ini," ujar dia.
Mengutip data Global Forest Watch (GFW) per 1 Januari 2019 hingga 16 September 2019 di seluruh Indonesia, kebakaran di dalam konsesi sawit mencapai 11 persen, sedangkan luar konsesi mencapai 68 persen.
Di Riau, kebakaran di dalam konsesi mencapai 19 persen dan di luar konsesi 51 persen. Kemudian di Jambi, kebakaran dalam konsesi mencapai 19 persen dan di luar konsesi 51 persen, di Sumatera Selatan terjadi kebakaran dalam konsesi sebesar 2 persen dan di luar konsesi 71 persen, di Kalimantan Barat dalam konsesi 26 persen dan di luar konsesi 53 persen, di Kalimantan Tengah dalam konsesi 15 persen dan di luar konsesi 81 persen.
(Baca: Polri Usulkan Direktorat dan Anggaran Khusus Atasi Kebakaran Hutan)
Setiap tahun kebakaran hutan dan lahan melanda wilayah Indonesia, terutama di daerah sekitar perkebunan sawit. Karhutla pada 2018 mencapai 510 ribu hektar kemudian sepanjang periode 1 Januari-15 September 2019 telah mencapai 329 ribu hektar. Kebakaran yang terus berlangsung membuat beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan diselimuti asap hingga mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat.
Titik panas (hotspot) karhutla kembali menunjukkan peningkatan sejak 2018. Berdasarkan data citra satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) hotspot karhutla pada 2018 terdeteksi 4.613 titik, melonjak 78,73 persen dari tahun sebelumnya. Berikut grafik titik panas kebakaran hutan dalam Databoks berikut ini :