Terbitkan Aturan Baru, Sri Mulyani Rombak Skema Pungutan Ekspor Sawit

ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). Menurut pedagang pengepul di daerah tersebut, harga sawit mengalami penurunan dari harga Rp1.400 menjadi Rp1.000 per kilogram akibat kualitas buah tidak terlalu bagus.
Penulis: Ekarina
14/3/2019, 05.00 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya merombak skema pungutan ekspor sawit. Hanya, skema tarif baru ini akan berlaku pada 1 Juni 2019. Sementara, pada 1 Maret -31 Mei 2019, pemerintah membebaskan pungutan ekspor.

Aturan baru itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No.23/PMK.05/2019 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No 81/PMK.05/2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Beleid ini berlaku mulai 11 Maret 2019.

"Usulan tarif layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan sebagaimana telah dibahas dan dikaji oleh Tim Penilai yang dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan," demikian bunyi salah satu poin dalam aturan tersebut.

(Baca: Harga Sawit Fluktuatif, Pemerintah Tunda Pungutan Ekspor )

Berdasarkan salinan peraturan yang diterima Katadata.co.id, pemerintah menyatakan bakal membebaskan pungutan atau mengenakan tarif nol persen untuk semua produk sawit, baik Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya. Aturan ini berlaku terhitung sejak 1 Maret hingga 31 Mei 2019.

Kemudian, mulai 1 Juni 2019 dan seterusnya, pemerintah tetap akan membebaskan tarif pungutan ekspor jika harga CPO di bawah US$ 570.

Pungutan ekspor sawit dan produk turunannya akan dikenakan bervariasi antara US$ 5 sampai US$ 20 per ton jika harga CPO mulai perlahan bangkit di kisaran harga US$ 570 per ton hingga US$ 619 per ton.

Sementara, jika harga CPO telah melewati batas harga US$ 619 per ton,  pungutan tarif ekspor juga akan dikenakan dengan besaran yang bervariasi antara 10% hingga 50% sesuai jenis produknya.

Sebelumnya, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit menyatakan pungutan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya sepanjang 2018 mencapai Rp 14 triliun. Dana yang dihimpun dari pungutan ekspor itu antara lain digunakan untuk mendukung program biodiesel, peremajaan sawit rakyat, riset dan pengembangan, sumber daya manusia, promosi, sarana dan prasarana, serta dana cadangan.

"Dana yang terhimpun sekitar Rp 14 triliun dengan nilai penyaluran sekitar Rp 11 triliun," kata Direktur Penghimpunan Dana BPDP Kelapa Sawit Herdrajat Natawijaya kepada Katadata.co.id, Kamis (24/1).

(Baca: Ditopang Pasar Non-utama, Ekspor Sawit Indonesia Januari 2019 Naik 4%)

Dia tidak menjelaskan secara detail realisasi penyaluran untuk setiap program pemerintah. Hanya saja, sepanjang 2018 target penyaluran sebesar 70% dialokasikan untuk biodiesel, 4% untuk dana cadangan serta peremajaan sawit sebanyak 22%. Sedangkan untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, sarana dan prasarana dan promosi mendapat alokasi sama besar sekitar 2%.

Reporter: Michael Reily