Pemerintah Kesulitan Cari Solusi Penghapusan Pajak Produk Pertanian

ANTARA FOTO/Rahmad
Pekerja merontokkan buah kelapa sawit dari tandannya di Desa Sido Mulyo, Aceh Utara, Aceh, Kamis (26/10). Para pekerja manyoritas kaum perempuan mengaku, dalam sehari mereka mampu memisahkan dan merontokkan biji kelapa sawit sebanyak 250 kilogram dengan upah Rp200 per kilogram atau menerima upah Rp.50 ribu perhari.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
20/2/2019, 10.53 WIB

Pemerintah mengaku kesulitan menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk hasil pertanian yang digunakan di dalam negeri. Produk pertanian mulai dikenakan pajak setelah pengusaha kelapa sawit menggugat Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 kepada Mahkamah Agung.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan PPN akan memberatkan petani. Karenanya pemerintah mengkaji dampak pengenaan PPN dan  mencari berbagai alternatif untuk mengatasi persoalan tersebut. “Dalam proses rantai distribusi, pihak lain akan membebankan pajak kepada petani, makanya kami akan segera tuntaskan perumusannya,” kata Darmin di Jakarta, Selasa (19/2) malam.

(Baca: Atani Intensif Dorong Ekspor Produk Pertanian Indonesia)

Dia mengungkapkan, opsi yang dikaji pemerintah adalah dengan mengenakan pajak kepada perkebunan kelapa sawit besar. Hasil pertanian akan dipilih yang tidak dikenai pajak. Namun, pemerintah masih kesulitan mencari rumusan yang tepat untuk pengecualian kelapa sawit.

Darmin menjelaskan, PP 31/2007 tentang pembebasan PPN menetapkan produk pertanian, termasuk perkebuann dan kehutanan menjadi komoditas bukan kena pajak untuk penggunaan dalam negeri. Namun, pengusaha sawit perkebunan besar menggugat aturan untuk menghapus pajak karena produknya merupakan komoditas ekspor.

Alhasil, MA memutuskan untuk mencabut pasal tentang produk pertanian yang mengakibatkan tidak hanya kelapa sawit saja yang terkena pengecualian. Aturan itu diubah berdasarkan Keputusan MA Nomor 70 Tahun 2014. “Itu sudah putusan final MA, sekarang kita cari rumusan untuk memisahkan kelapa sawit dengan yang lain,” ujar Darmin.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rofianto Kurniawan juga mengungkapkan hal senada. Menurut dia, pihaknya masih mencari formulasi rumusan untuk mengurangi beban petani dan produk kelapa sawit.

(Baca: Permintaan Pasar Tradisional Berkurang, Ekspor Sawit Tertekan)

Pemerintah masih mengkaji kebijakan tepat untuk produk pertanian yang mengarah pada proses hilir serta bagi petani yang menjual produk berupa barang mentah. Salah satu opsinya adalah pajak yang bisa dikreditkan untuk pengolahan produk hasil pertanian.

Namun menurutnya,  relaksasi setiap pelaku usaha perlu ditimbang dengan seksama. “Kita harus mengatur dan mendukung industri daya saing ekspor, tapi petani tetap harus dapat keringanan,” katanya.

Reporter: Michael Reily