Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan sektor pangan dan pertanian berada di bawah bayang-bayang mafia dan pemburu rente. Jenis komoditas yang diincar para pencari untung itu pun beragam, mulai dari komoditas utama seperti beras, hingga pupuk.
Amran mengatakan mafia pangan beroperasi dengan berbagai cara untuk mendapat untung. "Mafianya macam-macam, mafia impor, mafia beras oplos, mafia pupuk. Bayangkan, pupuk yang biasa kita berikan ke petani adalah pupuk palsu," kata Amran di Probolinggo, Jawa Timur.
(Baca: Faisal Basri: Tingginya Disparitas Harga Gula Membuka Peluang Korupsi)
Menurutnya, selama empat tahun terakhir, sudah banyak kasus mafia pangan yang disehakan kepada Kepolisian. Bahkan dia juga mencatat ada sekitar 15 perusahaan yang masuk daftar hitam.
Adapun dari pelanggaran tersebut, sebanyak 782 perusahaan sedang diproses hukum dan 409 perusahaan sudah divonis hukuman penjara. Jika juga menyebut jumlah pelanggar tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah seiring adanya laporan masyarakat dan temuan Satgas Pangan.
Dari total tersebutAmran menyebutkan bahwa sekitar 20 perusahaan di antaranya merupakan mafia yang memalsukan pupuk bantuan kepada petani.
"Pupuk palsu, itu kalau tidak salah ada sekitar 20 perusahaan kami kirim ke penjara. Bayangkan, petani diberikan pupuk palsu, produksi petani hancur kemudian tidak mendapatkan apa-apa dan merugi," ungkap Amran.
(Baca: KPPU Lihat Tantangan Persaingan Usaha di Tahun Politik)
Ia menambahkan bahwa persoalan beras seharusnya tidak lagi dipolitisasi. Ia menyinggung terkait harga beras di Indonesia yang diberitakan paling mahal. Padahal, Indonesia menempati urutan ke-81 harga beras eceran termahal di dunia Urutan pertama beras eceran termahal adalah Jepang sebesar Rp57.678 per kilogram, sementara termurah yakni di Sri Lanka sebesar Rp7.618 per kg.
Mentan Amran pun menekankan bahwa pembangunan pertanian tidak hanya mengurus beras, melainkan ada sekitar 460 komoditas yang harus dijaga stabilisasi harganya setiap hari.