Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong percepatan program revitalisasi pabrik-pabrik gula yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara Grup dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Percepatan ini perlu dilakukan untuk meningkatkan kapaistas produksi dan memenuhi kebutuhan gula dalam negeri.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro mengatakan, revitalisasi yang dilakukan meliputi peningkatan efisiensi, kapasitas giling, perbaikan kualitas gula, hingga hilirisasi produk sebagai uoaya mendukung program ketahanan pangan dan swasembada gula nasional pemerintah.
"Revitalisasi diharapkan mampu memangkas biaya produksi gula BUMN sehingga gula dapat dijual dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat tanpa mengesampingkan kesejahteraan petani, mitra, karyawan, maupun keuntungan perusahaan negara," kata Wahyu dalam keterangan tertulis, Kamis (29/11).
(Baca: Kementan Targetkan Produksi Gula Capai 2,5 Juta Ton di 2019)
Produksi gula BUMN hingga saat ini tercatat sekitar 1,16 juta ton. Angka itu terdiri dari produksi gula PTPN Group sebanyak 856 ribu ton, PT RNI 271 ribu ton dan PT Gendhis Multi Manis (GMM) sebesar 35,5 ribu ton. Gula tersebut masing-masing dihasilkan dari area tebu yang tertebang seluas 224 ribu hektar, terdiri dari 172 ribu hektar area tebu PTPN Group, 46,2 ribu hektar area RNI dan 5,5 ribu hektar lahan GMM.
"Produksi gula BUMN tahun ini diproyeksikan naik menjadi sebesar 1,19 juta ton dibanding tahun lalu yang hanya 1,16 juta ton. Dalam 5 tahun ke depan, sesuai dengan roadmap gula BUMN, produksi gula BUMN diproyeksikan dapat meningkat menjadi 3,2 juta ton," ujarnya.
Beberapa pabrik gula PTPN Grup saat ini tengah ditransformasikan proses produksinya dari sulfitasi menjadi Defikasi Remelt Karbonatasi. Sejalan dengan itu, kapasitas lima pabrik juga telah ditingkatkan dari semula 20 ribu ton tebu per hari (TCD) menjadi 32 ribu TCD.
Selain itu, dalam rangka memperbaiki permodalan dan memaksimalkan potensi bisnis, PTPN Grup tengah mengembangkan hilirisasi produk tebu menjadi Bio-ethanol.
PTPN X mulai 2019 akan mengkonversi fuel grade Bio-ethanol menjadi extra neutral alcohol (ENA) atau industrial grade Bio-ethanol berkapasitas 100 Kiloliter Per Day (KLPD) dan fermentasi ampas tebu atau fermented bagasse pellet yang dapat digunakan sebagai bahan bakar, sebesar 3 juta ton per hari. Begitu pun dengan PTPN XI, akan merevitalisasi pabrik etanol teknis dengan kapasitas 15 KLPD menjadi industrial grade bio-ethanol dengan kapasitas 100 kiloliter per hari.
Dengan berbagai inovasi produk turunan tebu tersebut, pemerintah berharap ada nilai tambah produksi yang dihasilkan daya saing industri dalam negeri meningkat hingga akhirnya bisa meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan pendapatan negara.
PTPN juga menjalin kemitraan dengan petani tebu, sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup para petani. Sekitar 90% pabrik gula BUMN di Jawa menggiling tebu petani dengan mekanisme bagi hasil.
(Baca: Tujuh Perusahaan BUMN Dapat Jatah Impor Gula 111 Ribu Ton)
Executive Vice President Holding PTPN Aris Toharisman menambahkan bahwa pola-pola perbaikan hubungan kemitraan pun terus dilakukan oleh perseroan, baik dalam penyediaan sarana produksi dan panen serta dukungan pendanaan lewat program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL).
“PTPN Grup dan RNI juga telah bersinergi dengan Perum Bulog, dimana pada musim giling 2018 telah menyalurkan penjualan gula tani ke Bulog dengan harga Rp 9.700 per kg,” ujar Aris.
Dalam kurun 2016-2019 investasi pabrik gula BUMN tercatat telah mencapai Rp 4,7 triliun. Beberapa pabrik bisa menghasilkan gula kualitas premium yang memenuhi standar industri makanan dan minuman. Sementara pabrik-pabrik yang berkapasitas kecil, yang berada di perkotaan dan pemukiman padat serta memiliki kesulitan pasokan tebu, dialihfungsikan untuk sentra komersial lainnya seperti agrowisata dan properti.
(Baca : Pemerintah Ubah Skema Impor Gula Mentah untuk Rafinasi mulai Bulan Ini)