Kementan Siapkan Aturan Wajib Sertifikasi Sawit Berkelanjutan

ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
9/11/2018, 20.52 WIB

Kementerian Pertanian menyatakan tengah  menyiapkan aturan mengenai kewajiban sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk pelaku usaha kelapa sawit. Dalam aturan itu, seluruh pelaku usaha sawit akan diwajibakan memiliki sertifikat paling lambat pada 2023.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menyatakan aturan mengenai kewajiban sertifikat ISPO akan ditungkan dalam bentuk Peraturan Menteri Pertanian (Permentan). "Kami akan melaksanaan pendataan total terhadap areal perkebunan kelapa sawit," kata Bambang di Jakarta, Jumat (9/11).

Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang moratorium perluasan lahan sawit menjadi modal dasar pemerintah dalalam mendata kewajiban ISPO. Beberapa provinsi yang menjadi prioritas untuk didata adalah Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Tengah, dan Papua Barat.

(Baca: Seluruh Pelaku Usaha Sawit Ditargetkan Bersertifikat ISPO di 2020)

Selanjutnya, Kementerian Pertanian akan meminta kepala daerah untuk meminta izin kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk perkebunan kelapa sawit yang teridentifikasi sebagai kawasan hutan. Perusahaan besar akan mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU), sementara perkebunan rakyat bakal mendapat izin perkebunan.

Proses pendataan itu diperlukan guna memudahkan proses kualifikasi sertifikat ISPO. "Kalau KLHK tidak memberikan izin, pelaku usaha harus mengembalikan perkebunan sebagaimana fungsinya sebagai hutan," ujarnya.

Tercatat ada 1,7 juta hektare dari 5,5 juta hektare lahan  perkebunan sawit milik rakyat yang terindikasi berada dalam kawasan hutan. Sehingga, daerah yang semula tidak berada dalam kawasan hutan, setelah ada Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) daerah menjadi berada dalam kawasan.

(Baca : Pengusaha Sawit Kritik Pengirim Surat Terbuka untuk Jokowi & Uni Eropa)

Karenanya, Kementerian Pertanian akan memanfaatkan waktu moratorium perluasan lahan kebun sawit selama 3 tahun ke depan untuk pendataan dan pembenahan kawasan hutan. Sehingga, produk kelapa sawit Indonesia nantinya memiliki asal usul yang jelas,  untuk menghadapi isu negatif sawit dalam perdagangan global.

Meski moratorium izin lahan sawit sudah diputuskan, masih ada beberapa pihak yang merasa keberatan.  Sebab, aturan moratorium pembahasan izin lahan kelapa sawit dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 dinilai bisa menurunkan minat investasi pengusaha perkebunan.

Corporate Affair Director Asian Agri Fadhil Hasan menyebutkan regulasi itu menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. "Sehingga banyak dari kami tidak berani melakukan investasi," kata Fadhil, bulan lalu.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono juga  mengaku bingung dengan penafsiran peraturan moratorium lahan sawit. "Kami masih menunggu pedoman pelaksanaan dari masing-masing menteri yang mendapat perintah dari Inpres 8/2018," ujar Mukti.

Reporter: Michael Reily