Komisi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) menyatakan telah memberikan sertifikat kepada 67 pelaku usaha dan 2 koperasi petani swadaya luas area lahan kelapan sawit sebesar 235.867 hektare hingga Agustus 2018. Adapun sejak 2011, Komisi ISPO telah memberikan sertifikat kepada 413 pelaku usaha dengan luas lahan perkebunan sawit sebesar 2,439 juta hektare.
Kepala Sekretariat Komisi ISPO, Aziz Hidayat, menyatakan komisi melakukan percepatan sertifikasi ISPO untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian perusahaan perkebunan untuk industri kelapa sawit berkelanjutan.
"ISPO adalah komitmen nasional untuk perkebunan kelapa sawit dengan tata kelola baik, ramah lingkungan, dan sesuai peraturan," kata Aziz dalam keterangan resmi, Selasa (18/9).
(Baca : Seluruh Pelaku Usaha Sawit Ditargetkan Bersertifikat ISPO di 2020)
Dia menyebut sertifikasi ISPO diberikan berdasarkan keputusan tim penilai. Seperti, pada rapat komisi tanggal 26 Juli 2018, dimana terdapat pengajuan sertifikasi untuk sebanyak 100 unit usaha, namun hanya 67 unit usaha yang lulus mendapatkan sertifikat ISPO. Sebanyak 33 unit usaha ditunda karena masih belum menjalankan prinsip dan kriteria ISPO seperti belum terbitnya Hak Guna Usaha (HGU) serta isu lingkungan lainnya.
"Masalah utama yang paling sering terjadi adalah legalitas lahan," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan dari 413 sertifikat yang diterbitkan ISPO tidak bertentangan dengan pengaduan yang terkait isu keberlanjutan. Alasannya, aduan tentang sengketa lahan, permasalahan tenaga kerja, terancam punahnya orang utan, dan dugaan kawasan hutan bukan dilakukan oleh penerima ISPO.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menyatakan pemerintah terus mendorong implementasi tata kelola kelapa sawit yang baik. Pihaknya menargetkan seluruh perkebunan kelapa sawit, bisa mendapatkan sertifikat ISPO.
(Baca : Pengusaha Sawit Kritik Pengirim Surat Terbuka untuk Jokowi & Uni Eropa)
Menurut catatannya, sekitar 14 juta hektare perkebunan sawit yang tersebar di seluruh Indonesia, baru sekitar 20% yang sudah disertifikasi ISPO. Termasuk enam koperasi perkebunan rakyat (3 Koperasi Unit Desa Plasma dan 3 Koperasi/Asosiasi Pekebun Swadaya).
Rendahnya kesadaran sertifikasi lahan, menurutnya antara lain disebabkan karena aspek legalitas masih sangat rendah dan terkait masalah pendanaan. Namun demikian, menurutnya masalah pendanaan akan difasilitasi. Rencananya, proses itu bakal dibiayai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit.
"Kami berupaya untuk meyakinkan semua pihak agar biaya prakondisi dan audit ISPO dapat difasilitasi," kata Bambang.