Program Peremajaan Sawit Rakyat Tersendat

Arief Kamaludin|KATADATA
Tanaman yang sudah berusia lebih dari 25 tahun perlu diremajakan untuk memastikan tingkat produktivitas sesuai dengan kebutuhan industri, kelangsungan industri sawit serta kesejahteraan petani.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
23/8/2018, 17.51 WIB

Realisasi peremajaan (replanting) sawit rakyar (PSR) hingga Agustus 2018 masih jauh dari target sepanjang tahun ini sebesar 185 ribu hektare. Pemerintah menyebut akan mengidentifikasi hambatan yang dihadapi, sehingga menyebabkan program replanting tak optimal.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengadakan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) untuk percepatan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Usai rakortas tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui dalam pelaksanaan program peremajaan sawit  tersendat.

“Saya melakukan pengecekan siapa yang lambat, tapi saya minta harus mulai 1 September 2018,” kata Darmin di Jakarta.

Darmin mengatakan, pendanaan program peremajaan saat ini sudah disiapkan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit dan perbankan. Karenanya, program PSR  di Riau setidaknya harus sudah bisa dilakukan dalam waktu 10 hari. 

(Baca : Jokowi Targetkan Peremajaan 25 Ribu Hektare Lahan Sawit di Riau)

Menurut data Kementerian Pertanian, realisasi peremajaan sawit tahun 2017-2018 baru mencapai 4.223 hektare. Angka tersebut masih jauh dari rekomendasi teknis peremajaan sawit sebagai syarat memperoleh pendanaan dari  Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit sebanyak 14.792 hektare, maupun dari target program PSR tahun lalu sebesar 20.780 hektare. 

Sementara tahun depan, sasaran replanting sawit dalam program Kementerian Pertanian jauh lebih besar yakni mencapai 500 ribu hektare.

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Agus Wahyudi menjelaskan pihaknya diminta untuk terus mencapai target peremajaan.

Catatannya, 5,61 juta hektare dari lahan perkebunan sawit rakyat, sebesar 2,4 juta hektare di antaranya harus diremajakan. “Kami melihat hambatan yang harus diatasi supaya percepatannya bisa terlaksana,” ujar Agus.

Dia mengungkapkan, hambatan yang dirasakan pihaknya dalam program peremajaan salah satunya adlah masalah  teknis birokrasi.  Kerenanya, pihaknya berupaya memenuhi persyaratan agar bisa segera menerima hibah dan fasilitas pendanaan. 

Sementara itu, Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit Dono Boestami mengungkapkan pihaknya sudah siap mendukung kegiatan peremajaan. Hingga akhir Juni 2018,  BPDP-KS telah menyalurkan dana sekitar Rp 288 miliar untuk meremajakan sekitar 12.063 hektare lahan sawit milik 5.384 petani. 

(Baca: Peremajaan 185 Ribu Hektare Kebun Sawit Dimulai dari Riau)

Persyaratan teknis program PSR saat ini diatur dalam Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Perkebunan No. 29/KPTS/KB.120/3/2017.

Dia menjelaskan proses penyaluran dana dari BPDP Kelapa Sawit  akan berlangsung cepat jika proses  verifikasi sudah selesai. “Masalahnya, sejak bulan Maret tidak terima lagi rekomendasi teknis,” ungkap Dono.

Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Amin Nugroho justru meminta BPDP-KS bisa memberikan bantuan ataupun pendanaan kepada petani selalin dalam bentuk kegiatan peremajaan. Alasannya, peremajaan akan sulit terealisasi karena legalitas dan sertifikasi lahan petani rakyat kerap bermasalah.

Oleh sebab itu, pihaknya  meminta supaya BPDP Kelapa Sawit bisa menyalurkan dana untuk kegiatan lain, seperti pembangunan pabrik. “Berikan kami kesempatan untuk industrialisasi supaya petani bisa sejahtera dalam produksi minyak kelapa sawit,” ujar Amin.

Selain itu, dia menjelaskkan pendanaan bakal lebih tepat jika ada bantuan pupuk untuk meningkatkan produktivitas, dari 12 sampai 15 ton per hektare menjadi 30 ton per hektare. Apkasindo mengklaim, 41% dana pungutan ekspor yang dikumpulkan BPDP Kelapa Sawit berasal dari petani rakyat.

(Baca juga: Peremajaan 9 Ribu Hektare Kebun Sawit di Sumut, Pemerintah Siapkan KUR)