Kementan: Pelemahan Rupiah Bukan Penyebab Naiknya Harga Ayam dan Telur

Arief Kamaludin | Katadata
Harga telur di pasar beberapa waktu lalu mengalami kenaikan signifikan.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
3/8/2018, 16.47 WIB

Kementerian Pertanian  menyangkal dugaan kenaikan harga ayam dan telur beberapa waktu lalu disebabkan oleh pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sehingga menyebabkan bahan baku impor industri pakan melonjak. Kementan menyebut penyebab kenaikan harga ayam dan telur karena rantai distribusi yang panjang. 

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita menyatakan peternak selalu menjadi kambing hitam ketika ada kenaikan harga ayam atau telur. “Padahal keuntungan ada di bagian middlemen dalam distribusi,” kata Ketut di Jakarta, Jumat (3/8).

Dia menyatakan sebanyal 65%  bahan baku pakan ternak berasal dari  jagung lokal, sedangkan 35% sisanya campuran bahan dari impor. Sehingga, bahan baku impor dinilai tak sepenuhnya berpengaruh.

(Baca : Menko Darmin Sebut Harga Ayam dan Telur Stabil dalam Waktu Tiga Bulan)

Selain itu, impor Grand Parent Stock (GPS) indukan sudah dilakukan di awal tahun, sehinga lonjakan nilai tukar dolar terhadap impor ayam indukan menjadi tak terlalu signifikan. 

Namun demikia, Ketut menyatakan pemerintah tetap berupaya menjaga stabilitas harga kedua komoditas di beberapa daerah yang mengalami kenaikan. Dia juga bakal berusaha untuk mengejar broker penyebab naiknya harga. 

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo juga menegaskan bahwa kenaikan biaya produksi karena impor tidak sebanding dengan peningkatan harga jual ayam dan telur di tingkat konsumen.

Desianto menjelaskan pelemahan rupiah telah meningkatkan harga pakan ternak sekitar 8%. Namun, pengaruhnya hanya mempengaruhi struktur biaya produksi pakan. “Tidak ada hubungannya dengan harga telur dan ayam karena tergantung permintaan,” katanya.

Dia pun mengakui perusahaan pakan ternak sudah menaikkan harga seiring dengan pelemahan rupiah, sesuai dengan kesepakatan. Namun, perusahaan juga terbantu dengan stok produksi dengan rata-rata jumlah persediaan selama dua bulan untuk mengurangi tekanan biaya akibat impor bahan baku.

(Baca : Lagi, Telur dan Ayam Sumber Inflasi Juli 2018)

“Kami mengikuti mekanisme pasar,” ujar Desianto.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan gejolak harga ayam dan telur akan kembali stabil. Darmin menjelaskan, kenaikan harga ayam dan telur disebabkan beberapa faktor.

"Itu bukan persoalan besar yang harus dibesar-besarkan. Nanti juga siklusnya (harga ayam dan telur) kira-kira dua hingga tiga bulan (kembali normal)," kata Darmin, kemarin (2/8).

Menurut Darmin, faktor pertama yang menyebabkan kenaikan harga lantaran para penjual ayam dan telur ketika musim libur Lebaran tak beraktivitas.

Adapun mahalnya harga ayam, dia menilai ada masalah dalam perencanaan dan pengembangan ayam umur sehari (day old chicken/DOC). "Bibitnya tadi tidak optimum perencanaannya," kata Darmin.

(Baca juga: Pemerintah Antisipasi Kenaikan Harga Pangan Jelang Idul Adha)