Ketergantungan Impor Daging Dituding Penyebab Lemahnya Peternak Lokal

Arief Kamaludin|KATADATA
Bulog menjamin proses pemotongan sapi yang dagingnya diimpor dari Australia, sesuai dengan syariat Islam dan dijamin halal.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
25/3/2018, 12.00 WIB

Pemerintah dinilai perlu menerapkan kebijakan jangka panjang yang berpihak pada peternak lokal  dalam implementasi tata niaga daging. Pasalnya, kebijakan impor yang kerap dianggap sebagai solusi cepat memenuhi kebutuhan daging dikhawatirkan bisa melemahkan daya saing peternak lokal.

Pemerintah menargetkan harga jual  daging sapi  periode Lebaran tahun ini bisa berada di bawah Rp 100 ribu per kilogram (kg). Salah satu caranya dengan meningkatkan jumlah pasokan dengan membuka keran impor.

Namun, menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa,  kebijakan produksi dan tata niaga daging sapi saat ini dinilai reaktif karena aturan yang dikeluarkan masih berdasarkan perubahan harga di pasar. “Pemerintah seharusnya memperhatikan produksi dengan detail serta membuat kebijakan jangka panjang,” kata Dwi kepada Katadata, Jumat (23/3).

Dwi pun menjelaskan, kebijakan jangka panjang yang dimaksud merupakan  kebijakan yang memperhatikan peternak lokal. Ketergantungan terhadap impor sebagai solusi cepat menekan harga  di pasar akan melemahkan  daya saing peternak lokal.

Pasalnya, biaya produksi untuk menghasilkan 1 kilogram daging sapi memang relatif tinggi, yakni berkisar  Rp 89.200. Sementara itu, pemerintah ingin menekan harga daging agar tetap berada di bawah Rp 80.000. Alhasil, regulasi yang dikeluarkan pemerintah menjadi tak  sejalan dengan peternak.

Karena itu ia mengimbau pemerintah agar  lebih memperhatikan hulu produksi ternak sapi.  “Kalau peternak mulai malas, populasi sapi menurun, impor akan semakin banyak,” ujarnya lagi.

Meski begitu, ia juga tidak  sepenuhnya menentang kebijakan impor daging, karena  harga daging sapi di pasar sudah tinggi dan mengkhawatirkan masyarakat, sehingga harus bisa dijaga stabilitas harganya. “Kalau impor, neraca dagang defisit. Kalau harga dibiarkan, bisa menyebabkan inflasi,” tuturnya.

(Baca : Jelang Lebaran, Persediaan Daging Diprediksi Masih Defisit 46 Ribu Ton)

Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga daging sapi kualitas I pada 22 Februari 2018 terpantau sebesar Rp 117.400 per kilogram, dan angkanya pun naik ke Rp 118.100 pada 21 Maret 2018. Sedangkan daging sapi kualitas II pada periode yang sama berada pada posisi Rp 110.000 dan Rp 109.700.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution  meminta ketersediaan daging sapi bisa terjaga selama periode Ramadhan dan Lebaran. Guna menjaga pasokan, selain dari peternak lokal, ia pun meminta agar impor daging sapi  tidak hanya dikirim dari Australia, tetapi juga Brazil. Sedangkan impor daging kerbau berasal dari India dan hanya dilakukan oleh Bulog.

"Jika impor daging sapi hanya dilakukan dari Australia, harganya akan melonjak, sehingga upaya penurunan harga tidak bisa dilakukan. Kami membuka dua kemungkinan, tidak bergantung pada satu pihak,” kata Darmin.

Ia juga menjelaskan Mendag dapat mengundang perusahaan swasta serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan pembahasan mekanisme izin impor, di samping melakukan penentuan berdasarkan penawaran harga termurah dari importir.

(Baca juga : Kemendag Terbitkan Izin Impor 36 Ribu Ton Daging Sapi)

Dengan segala upaya tersebut, pemerintah berharap  harga daging sapi tetap berada di bawah Rp 100 ribu, atau berada  di rentang  harga Rp 45 ribu hingga Rp 80 ribu sepanjang periode Lebaran. Sementara, daging kerbau memang sudah ditetapkan Harga Eceran Tertinggi Rp 80 ribu.

Sementara  itu, terkait rencana impor sapi dari Brazil, Kementerian Pertanian menyatakan sudah mulai melakukan pengecekan sapi di Brazil. 

 Saat ini tim sedang bersiap menuju Brazil untuk on-site review oleh tim teknis dan komisi ahli,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita, kepada Katadata, Jumat (23/3).

Dia menjelaskan tim akan segera berangkat ke Brazil yang terdiri dari  tim teknis dan komisi ahli  yang diketuai oleh Tri Satya Putti Naipospos dari Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies. Salah satu tugas yang akan dilakukan tim teknis dan komisi ahli adalah memastikan kesehatan sapi, dengan jenis penyakit yang bakal diwaspadai terutama pada penyakit mulut dan kuku.