Petani Minta Pemerintah Atur Kuota dan Zona Tanaman

ANTARA FOTO/Rahmad
Petani memanen butiran padi (gabah) di Desa Kandang, Lhokseumawe, Aceh, Kamis (23/3).
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
29/9/2017, 19.54 WIB

Badan Musyawarah Tani Indonesia meminta pemerintah mengatur kuota dan zona tanam bahan pangan. Langkah ini dinilai dapat membuat produksi dan harga bahan pangan lebih stabil sehingga petani tak lagi dirugikan karena harga jatuh saat panen.

Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyatakan, petani sebagai produsen saat ini belum berdaya dalam penentuan harga di pasaran. “Selain instrumen harga, satu lagi yang pemerintah harus intervensi adalah kuota,” ujar Henry dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (29/9).

Perhitungannya, nilai patokan pembelian pemerintah hanya akan memberikan kepastian terhadap harga yang akan diterima, sementara petani masih berpotensi rugi. Alasannya, suplai berlebih bakal mengakibatkan harga komoditas anjlok, sementara pemerintah belum tentu bisa menyerap jumlah yang terlalu banyak.

Menurutnya, lonjakan harga komoditas berpengaruh kepada tindakan represif pemerintah seperti penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET). Padahal, jika perlindungan petani diatur secara tepat, harga di konsumen akan mengikuti.

Setelah harga dan kuota terkontrol, Henry menyarankan pemerintah menetapkan pembagian zona produksi. “Kuota produksi dan alokasi bakal memudahkan pemerintah memantau peredarannya,” ujar dia.

Henry mengaku petani lebih mengutamakan harga yang stabil, bukannya keuntungan yang berlebih namun tidak tetap. Petani Purwakarta Ade Sutrisno dan petani Subang Johannes Atar mengungkapkan hal yang sama.

Ade menjelaskan harga cabai yang dia tanam jika sedang langka bisa mencapai Rp 140 ribu per kilogram di pasar. Namun, pada saat yang sama harga di tingkat petani hanya Rp 45 ribu.

Menurut Johannes, petani juga membutuhkan sistem kemitraan. Pasalnya, penentuan komoditas yang ditanam petani sangat tergantung oleh harga yang beredar musim sebelumnya. Ia mencontohkan, di satu musim panen harga gabah ketan bisa mencapai Rp 8.000 per kilogram. Namun, pada musim berikutnya harga akan jatuh karena semua petani menanam tanaman sejenis.

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Kebutuhan Penting Kementerian Perdagangan Nunik Rahayuningrum menyambut usulan kuota dan zonasi tanaman ini. Namun, harus ada kajian mendalam sebelum pemerintah membuat kebijakan. “Harus diidentifikasi dulu,” kata Nunik.

Reporter: Michael Reily