Anggaran Besar, Benih Bantuan Pemerintah Berkualitas Buruk

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Petani memisahkan bibit padi untuk ditanam di lahan sawah di Sambiroto, Ngawi, Jawa Timur, Senin (13/3).
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
28/8/2017, 12.09 WIB

Pemerintah meningkatkan anggaran untuk pengadaan benih dari Rp 2,22 triliun tahun ini menjajdi Rp 5,5 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Namun, tak semua petani menyambutnya.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengeluhkan rendahnya kualitas benih bantuan pemerintah. "Tidak ada jaminan kualitas benih, bahkan yang disertifikasi. Terbukti di lapangan banyak yang gagal panen karena hama dan penyakit," kata Henry kepada Katadata, akhir pekan (26/8) lalu.

Menurutnya, benih dari pemerintah merupakan bagian dari paket pupuk kimia bersubsidi sehingga sebagian besar petani masih menggunakannya. Penyaluran benih dan pupuk selama ini dilakukan berdasarkan pengajuan Rencana Definitif Kelompok Tani (RDK) dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK).

(Baca juga:  Pemerintah Anggarkan Rp 5,5 Triliun untuk Pengadaan Benih)

Menurut Henry, ketidakpastian hasil produksi benih membuat sebagian petani beralih ke pengunaan benih lokal dengan pendekatan agroekologi. Agroekologi adalah konsep integrasi aspek lingkungan dengan sosial ekonomi masyarakat pertanian. Benih lokal yang diciptakan petani ditopang oleh penggunaan sumber daya alam yang alami dengan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.

Sementara, Ketua Bidang Tanaman Pangan Kontak Tani dan Nelayan Andalan Indonesia (KTNA) Fajar Pamuji mengkritik distribusi benih bantuan pemerintah. "Sering tidak tepat waktu," ujarnya.

Keterlambatan itu kerap membuat petani beralih ke benih lokal atau malah membeli sendiri dari perusahaan penyedia benih. Selain itu, benih yang dikirim pun kerap tak sesuai dengan kebutuhan petani. Menurut Fajar, untuk tanaman padi, petani sering mencari varietas Mikongga, IR64, dan Ciheran.

(Baca juga: Kementan Luncurkan Dua Jenis Bibit Padi Tahan Kekeringan dan Hama)

Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, pengadaan benih sebesar Rp 5,5 triliun dalam RAPBN 2018 bakal dilakukan melalui kerja sama dengan Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI). "Tanpa MPPI, kami yakin tidak bisa optimal," kata Amran pada 21 AGustus 2017 lalu.

MPPI dipimpin oleh Herman Khaeron yang juga Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidangi masalah pertanian. Menurutnya, MPPI berisi pelaku usaha benih dari kalangan profesional, birokrat, dan akademisi.

Padahal, sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan mekanisme penyaluran bantuan ke petani di perdesaan seharusnya diubah. Sebab, bantuan berupa barang seperti benih, bibit, dan pupuk kadang tidak cocok dengan kebutuhan petani.

(Baca juga:  Pemerintah Bakal Ubah Penyaluran Subsidi Bibit Petani)

Darmin akan mengganti bantuan benih dan bibit dengan subsidi berupa pendanaan yang dapat dibelanjakan secara mandiri. “Bibit itu kalau mau bantu rakyat, biarkan market yang jual, bantu rakyatnya dengan memberi subsidi,” kata Darmin, pada Mei lalu.

Reporter: Michael Reily