Jokowi Terus Kebut Program Cetak Sawah di Lahan Gambut Kalimantan

ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/aww.
Hamparan sawah membentang di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (13/5/2020). Pemerintah terus mengkaji proses pembukaan sawah baru di lahan gambut di Kalimantan Tengah.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
13/5/2020, 15.44 WIB

Pemerintah hingga kini terus mematangkan rencana pembukaan sawah baru atau program cetak sawah di lahan gambut Kalimantan Tengah. Kebijakan ini dilakukan, untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan akibat pandemi corona

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, hingga kini sudah ada sekitar 255 ribu hektare lahan gambut yang berpotensi dikembangkan menjadi areal persawahan di lokasi tersebut. 

"Sedang dilakukan studi dalam 3 minggu ini, dengan luas potensi 164.598 dari jumlah lahan tersebut yang sudah memiliki jaringan irigasi 85.456 hektar dan ada 57.195 hektare yang sudah dilakukan penanaman padi oleh transmigran dan keluarganya," kata Airlangga di Jakarta, Rabu (13/5).

(Baca: Sawah di Atas Lahan Gambut Dinilai Berisiko Tinggi Gagal Panen)

Dia juga menambahkan, di area yang sama, terdapat potensi ekstensifikasi sebesar 79.142 hektare.

Seluruh potensi ini, menurutnya akan dipelajari lagi dalam tiga pekan ke depan. Kajian tersebut, antara lain terkait masalah lingkungan. Lalu juga akan direview infentarisasi pengawasan pemilikan penggunaan lahan, pemanfaatan tanah hingga ketersediaan tenaga kerja di lokasi tersebut.

Sementara itu, Menteri Pertanian  Syahrul Yassin Limpo menyatakan, siap membantu penanganan pengembangan rawa gambut. 

Untuk tahap awal, pihaknya akan  berfokus dulu pada 164 ribu hektare lahan eksisting. Ini dilakukan sambil menunggu pematangan lahan sebagaimana yang direncanakan  Menko perekonomian atas perintah Presiden Joko Widodo untuk lahan di atas 250 - 300 ribu hektare.

"Untuk tahap pertama di tahun ini kalau mungkin kami akan konsentrasi di 164 ribu hektare, karena penanganan di lahan rawa butuh tenaga ekstra.  Tidak seperti lahan sawah di Jawa atau lahan di dataran rendah dan gunung, dia (gambut) butuh perhatian khusus," kata Syahrul.

(Baca: Walhi: Lokasi Program Alih Fungsi Lahan Jokowi Ada di Area Konservasi)

Dia juga menjelaskan, selain faktor kontur lahan, program cetak sawah baru juga dinilai memerlukan  sumber daya manusia (SDM) yang tak sediki untuk mengalihfungsikan lahan gambut menjadi persawahan.

Sebagai contoh, untuk 1 hektar lahan setidaknya  dibutuhkan minimal sekali 2-3 orang petani. Jika area persawahan yang bidik pemerintah mencapai 200 ribu, itu berarti ada sekitar 300 ribu orang harus dimukimkan di sana.

"Belajar dari kegagalan yang lalu, kita kurang petani di situ jadi setelah selesai serbuan tanam, satu musim ditinggalkan lagi petani dan lahan jadi tertinggal," katanya. 

Oleh sebab itu, dia berharap, di bawah koordinasi pak Menko kita persiapkan lebih matang lagi terutama koordinasi pemerintah daerah dan transmigrasi. 

Adapun pekan depan, pihaknya berencana meninjau sekitar lokasi  di Kalimantan tengah. "Sudah janjian ke pak gubernurnya untuk memberikan input bagaimana penanganannya lebih jauh," ujar Syahrul.

(Baca: Cegah Krisis Pangan, Kemendes Siapkan 75 Ribu Ha Lahan Intensifikasi )

Wacana pembukaan sawah baru ini datang dari arahan Presiden Joko Widodo untuk mengantisipasi krisis pangan dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) sebelumnya menyatakan, krisis pangan dunia berpotensi terjadi pada April dan Mei 2020.

Krisis pangan dapat terjadi  karena rantai pasok pangan terganggu seriing kebijakan karantina wilayah (lockdown) dan pembatasan sosial berbagai negara di masa pandemi corona.

Tak hanya itu, produksi berbagai komoditas pertanian bernilai tinggi, seperti buah dan sayuran juga ikut terganggu. Alasannya, komoditas tersebut membutuhkan banyak tenaga kerja dalam produksinya.

Begitu pula dengan sektor peternakan, yang akan terpengaruh dalam hal pemenuhan pakan hewan ternak, proses penjagalan, serta pengolahan daging. Sementara komoditas bahan pokok yang padat modal relatif tak terpengaruh.

Reporter: Dimas Jarot Bayu