Pengamat Nilai Ketahanan Pangan Indonesia Buruk Karena Andalkan Impor

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.
Ilustrasi, aktivitas pertanian. Pengamat pertanian menilai ketahanan pangan Indonesia tergolong buruk, karena masih terlalu mengandalkan impor.
Penulis: Rizky Alika
14/7/2020, 14.40 WIB

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus pengamat pertanian Dwi Andreas Santosa menilai, ketahanan pangan Indonesia tergolong buruk, meski dari sisi peringkat internasional mengalami kenaikan.

Dwi mengatakan, peringkat ketahanan pangan Indonesia memang mengalami kenaikan, dari sebelumnya di posisi 75 pada 2015 menjadi posisi 62. Namun, peningkatan peringkat ini tak mencerminkan kondisi ketahanan pangan secara mandiri, sebab didapatkan dari peningkatan impor.

"Amat sangat disayangkan peringkat kita naik karena peningkatan impor kita. Sebab peringkat ketahanan pangan tidak memedulikan dari mana pangan berasal," ujarnya, dalam siaran langsung IDX Channel, Selasa (14/7).

Ia mengatakan, impor bahan pangan Indonesia tergolong meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari kenaikan impor pangan secara signifikan dari 22 juta ton pada 2014 menjadi 28 juta ton pada 2018.

Dwi pun dapat memahami keinginan Presiden Joko Widodo, yang mencoba menurunkan impor pangan. Namun, pencapaian impor pangan tahun lalu ia nilai, hanya turun tipis. Hal ini dipandang bahaya, karena perbaikan ketahanan pangan Indonesia masih tidak bisa lepas dari ketergantungan impor.

(Baca: Jokowi Bakal Bentuk Badan Pengembangan Lumbung Pangan Nasional )

Oleh sebab itu, memacu produksi dalam negeri menjadi satu-satunya jalan agar ketahanan pangan tak lagi semu. Jika tidak, maka krisis kelangkaan pangan yang terjadi di kawasan Timur Tengah pada peristiwa Arab Spring, bisa terjadi di Indonesia.

Selain mendorong produksi dalam negeri, pemerintah juga perlu mendorong tingkat pendapatan masyarakat. Hal ini untuk memastikan keterjangkauangan pangan oleh masyarakat. Faktor ini, menjadi kunci keberhasilan Singapura meningkatkan ketahanan pangan.

Mengacu data The Economist Intelligence Unit Desember 2019, ketahanan pangan Singapura tercatat sebesar 87,4 poin. Sementara, Malaysia mencapai 73,8 poin, Thailand 65,1 poin, Vietnam 64,6 poin, dan Indonesia 62,6 poin.

Di sisi lain, indeks ketahanan pangan global atau Global Food Security Index (GFSI) Indonesia terus mengalami perbaikan pada 2015-2019. Pada 2015, indeks ketahanan pangan tersebut sebesar 46,7.

Level GFSI Indonesia kemudian meningkat menjadi 50,6 pada 2016, dan 51,3 pada 2017. Lalu, meningkat menjadi 54,8 pada 2018, dan 62,6 pada 2019.

(Baca: Indef: Pemerintah Harus Diversifikasi Komoditas pada Lumbung Pangan)

Reporter: Rizky Alika