Pemerintah akan mengatur batasan tarif atas dan bawah angkutan taksi online berbasis aplikasi seperti Go-Jek, Grab dan Uber. Hal ini akan masuk dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Batasan ini dibuat agar ada persaingan sehat antara pengusaha taksi. "Kalau tidak (diatur), akan bahaya," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/3).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa penerapan batas atas dan bawah ini sedang diujicobakan di dua kota yakni Medan serta Makassar. (Baca juga: Melonjak 76 Persen, LCGC Dorong Penjualan Mobil Astra pada 2016)
Selain itu, Budi mengatakan bahwa perusahaan taksi online nantinya juga wajib membayar pajak. Menurutnya, hal ini akan signifikan dampaknya bagi penerimaan negara. "Jadi kami buat ada take and give-nya lah," kata Budi.
Selain itu, dalam peraturan yang ditargetkannya rampung dalam dua bulan itu juga akan diatur uji KIR untuk kendaraan serta penggunaan Surat Izin Mengemudi (SIM) A umum bagi pengemudinya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto mengizinkan kendaraan dengan kapasitas mesin di bawah 1.300 cc atau tipe low cost green car (LCGC) beroperasi sebagai taksi online. (Baca juga: Jumlah Pengguna Grab Melonjak 600 Persen pada 2016)
Pertimbangannya, karena mobil tipe tersebut sesuai dengan semangat pemerintah dalam mensosialisasikan kendaraan ramah lingkungan dan efisien.
"Untuk cc kendaraan taksi ini berlaku 1.000 cc, artinya LCGC itu bisa dipenuhi dalam PM 32/2016. Berarti LCGC boleh," kata Pudji.
Sekadar informasi, saat ini jumlah taksi berbasis online yang beroperasi di Indonesia sudah mencapai 11 ribu armada. Namun, dari jumlah tersebut baru 5.000 armada yang sudah mendapat ijin operasi secara penuh, sedangkan sisanya masih dalam proses.
(Baca juga: Gandeng Grab, Strategi Pertamina Kurangi Konsumsi BBM Subsidi)