Indonesia bersaing dengan Malaysia sebagai destinasi wisata halal terbaik. Kedua negara berada di posisi teratas dalam Global Muslim Tourism Index (GMTI) tahun 2019. Merespons hasil tersebut, Menteri Pariwisata Arief Yahya percaya diri Indonesia sebetulnya lebih unggul dari Negeri Jiran.
Menurut Arief, pemerintah mengelola pariwisata Tanah Air menggunakan standar global. “Kita lebih siap dari Malaysia. Kita punya Indonesia Muslim Tourism Index (IMTI) serta deregulasi dan implementasi teknologi digital," kata dia di Jakarta, Selasa (9/4).
(Baca: Indonesia Saingi Malaysia Sebagai Destinasi Wisata Halal Terbaik Dunia)
GMTI merupakan indeks tahunan yang dibuat atas kolaborasi Mastercard dan CrescentRating. Tahun ini merupakan pertama kalinya Indonesia berada di posisi teratas dengan perolehan indeks sebesar 78, setara dengan Malaysia. Pada 2018, Indonesia berada di peringkat kedua, di bawah Malaysia.
Indeks tersebut dibuat berdasarkan penilaian terhadap kesiapan akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan. Chief Executive Officer (CEO) CrescentRating Fazal Bahardeen mengatakan Indonesia berhasil menaikkan peringkat berkat upaya pemerintah mengedukasi industri untuk mengambil ceruk pasar wisata halal.
(Baca: Transaksi Wisatawan Muslim Muda Diperkirakan Rp 2.700 Triliun di 2026)
Ke depan, Fazal memproyeksikan wisata halal akan semakin berkembang sehingga kontribusinya terhadap perekonomian dunia juga semakin meningkat. Pada 2020, potensi kontribusinya diproyeksikan mencapai US$ 220 miliar dan terus meningkat hingga mencapai US$ 300 miliar pada 2026.
Lombok Jadi Fokus Pengembangan Wisata Halal
Berdasarkan Muslim Tourism Index (IMTI) yang juga dibuat Mastercard dan CrescentRating -- lembaga yang mengeluarkan GMTI -- terdapat lima destinasi wisata halal terbaik di dalam negeri yaitu Lombok, Aceh, Kepulauan Riau, Jakarta, dan Sumatera Barat.
Menteri Arief menjelaskan, Lombok memang menjadi fokus pemerintah sebagai destinasi wisata halal sejak 2015. Seiring berkembangnya pariwisata Lombok, pendapatan ibu kota Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut telah meningkat rata-rata 26,58% dalam lima tahun belakangan.
(Baca: 2019, Kementerian Pariwisata Targetkan Turis Muslim Capai 5 Juta Orang)
IMTI dibuat dengan menggunakan standar GMTI. Ini artinya, penialaiannya pun mengacu pada empat kriteria, yaitu akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan. Dengan demikian, pengembangan wisata halal di dalam negeri mengacu kepada keempat aspek tersebut dan kerja sama dengan otoritas daerah untuk percepatan implementasinya.
Menurut Arief, turis muslim membutuhkan dua hal utama yaitu makanan halal dan tempat ibadah. Di luar itu, sesuai standar pariwisata yang lebih luas, yang dibutuhkan adalah produk dan jasa terbaik. "Negara yang memberikan produk dan jasa terbaik akan menjadi tujuan konsumen," kata dia.