Pembayaran Nontunai Makin Akan Banyak Digunakan Setelah Pandemi

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Pengunjung melakukan transaksi menggunakan layanan keuangan berbasis elektronik LinkAja saat peluncuran di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (30/6/2019). Layanan keuangan yang merupakan hasil sinergi berbagai produk keuangan elektronik BUMN itu bertujuan untuk memberikan akses layanan keuangan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam rangka mendorong peningkatan inklusi keuangan dan suksesnya Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).
Penulis: Ekarina
5/11/2020, 10.45 WIB

Pembayaran digital dan untuk transaksi pembelian diperkirakan semakin meningkat pada 2021. Sistem contactless payment seperti dompet digital (electronic wallet) menjadi prioritas konsumen dalam bertransaksi, khususnya yang berada di perkotaan.

Survei yang dilakukan Inventure dan Alvara menunjukkan, 63,5% dari 629 responden mengatakan setuju pembayaran cashless, cardless dan contactless menjadi prioritas ketika bertransaksi selama pandemi.  Sedangkan  36,5% mengatakan tidak setuju.

Kecenderungan konsumen memilih contact less payment atau transaksi digital didorong kekhawatiran uang tunai bisa menjadi sumber penularan virus corona, bahkan setelah kandidat vaksin ditemukan. Sehingga, pembayaran akan menjadi cara baru saat bertransaksi di era post-Covid-19.

"Pada 2021, adopsi konsumen terhadap digital payment akan mengalami fase kritikal dimana cara transaksi baru ini bakal mainstream di area urban," kata Managing Partner Inventure, Yuswohady lewat risetnya, Rabu (4/11).

Pada akhirnya, pembayaran digital seperti  e-wallet tidak lagi dipilih konsumen karena faktor promo, tapi sudah menjadi kebutuhan lantaran dianggap memberi keamanan dan kenyamanan transaksi. 

CEO PT Fintek Karya Nusantara atau Linkaja, Haryati Lawidjaja mengatakan,  pandemi corona menyebabkan konsumen mau tak mau menggunakan pembayaran digital.  Sehingga, terjadi percepatan digital.

“Kalau dulu (masyarakat) banyak ragu-ragunya karena ribet, saat pandemi, restriction, mau tidak mau akhirnya harus pakai," ujarnya dalam Forum Indonesia Industri Outlook bertajuk The Rise Of Contactless Payment, Rabu (4/11).

Transaksi pembayaran nontunai. (Katadata/desy setyowati)

Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), nilai transaksi uang elektronik per Agustus 2020 mencapai Rp 17 triliun, naik 33,8% dibandingkan dengan Agustus tahun sebelumnya.

Haryati menambahkan, perubahan belanja masyarakat selama pandemi turut  mendorong tumbuhnya sistem pembayaran. Masyarakat yang semula hanya membeli barang-barang lifestyle lewat e-commerce, kini mulai merambah ke belanja kebutuhan pokok.

Alhasil, pembayaran digital melalui e-wallet menempati posisi kedua (26%) sebagai pilihan pembayaran di bawah transaksi perbankan sebesar 30%.

Dia mengungkapkan masih ada dua tantangan utama untuk meningkatkan pengguna pembayaran digital di masa datang. Pertama masih rendahnya literasi pembayaran non-tunai masyarakat dan kedua kendala infrastruktur internet.

Namun demikian, peluang digital payment tumbuh di Indonesia sangat besar. Sebab, 33,7%  masyarakat Indonesia merupakan generasi milenial, dan 29,2% adalah generasi-z. Dengan total lebih dari 60%, keda generasi ini dianggap lebih mudah beradaptasi dengan layanan ini.

Hingga Juni 2020, LinkAja telah memiliki lebih dari 49 juta pengguna terdaftar di platformnya. Jumlah ini meningkat sekitar 1,9 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Pada periode yang sama, perusahaan juga telah mendigitalisasi 466 pasar tradisional di seluruh Indonesia.

Linkaja juga sudah digunakan sebagai alat pembayaran moda transportasi. Hingga kini, LinkAja bisa digunakan di 134 layanan transportasi seperti Commuter Line, Mass Rapid Transit (MRT), KAI Access, Bluebird, hingga Gojek.

Selain itu, LinkAja tercatat telah memiliki sekitar 3.087 merchant Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dan 35 mitra layanan pembayaran.

Penulis/Penyumbang Bahan: Ivan Jonathan (Magang)