Penyebab Pemilik Merek dan UMKM Gagal Berbisnis Online

ANTARA FOTO/Feny Selly/hp.
Pelaku usaha menunjukkan katalog online produk sepatu berbahan tenun songket milik merk Nadina Salim mitra Binaan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) dipajang di salah satu gerai UMKM di Palembang,Sumsel, Senin (20/7/2020).
Penulis: Ekarina
6/11/2020, 09.40 WIB

Pemilik merek dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) mulai ekspansi pemasaran melalui strategi omnichannel untuk mendorong penjualan di masa pandemi. Namun tak semua berhasil dengan cara ini, karena masih terbawa pola penjualan offline serta lambat merespons konsumen.

Omnichannel merupakan pemasaran produk melalui lebih dari satu saluran penjualan seperti di toko fisik, e-commerce, web commerce, media sosial, televisi dan sebagainya.

CEO Blibli Kusumo Martanto mengatakan, saat ini banyak merek besar maupun pelaku usaha kecil mulai masuk e-commerce, tapi tak semua bisa beradaptasi dengan model bisnis online. 

"Banyak perusahaan yang bertransformasi ke digital tapi mindsetnya masih offline. Sehingga lambat melayani pertanyaan konsumen, padahal mereka butuh informasi, kepastian barang dan kecepatan pengiriman," katanya dalam webinar Indonesia Industri Outlook 2020 bertajuk Store Going Omni, Kamis (5/11). 

Sebaliknya, ada pelaku usaha mampu memajang produknya dengan tampilan dan kemasan bagus tapi kurang merinci informasi barang yang dijual. Padahal, hal ini dibutuhkan untuk mempercepat konsumen memutuskan membeli barang melalui channel online. 

Oleh karena itu, dia menyarankan pelaku usaha mulai fokus kepada orientasi konsumen dengan cara mempelajari kebiasaan maupun perubahan baru mereka. Dia pun berharap teknologi tidak dijadikan ketakutan, melainkan penyedia solusi lengkap yang mampu mendorong pelaku usaha mempercepat bisnis.

Dari segi industri, pertumbuhan e-commerce di Indonesia tahun ini diperkirakan meningkat 25-30%. Beberapa perusahaan bahkan ada yang melebihi angka tersebut. 

Yang menarik, menurutnya minat belanja daring konsumen tak hanya terekspos terhadap merek-merek besar, tetapi juga produk UMKM. Sebab, masyarakat punya lebih banyak waktu untuk mereview toko online UMKM melalui platform e-commerce atau market place

“UMKM, tapi yang sudah main di online justru mengalami pertumbuhan penjualan sangat pesat,” katanya.

PROGRAM INSENTIF UMKM DI MASA PANDEMI (ANTARA FOTO/Fauzan/nz)

Blibli sendiri mencatat, pelapak UMKM yang masuk ke platform-nya naik tujuh kali selama pandemi. Kenaikan semacam ini yang menurutnya perlu disiapkan UMKM agar terampil menjual produknya melalui omnichannel atau pemasaran lintas saluran.

“Jadi kita melihat shift ke teknologi akan terjadi, bukan karena teknologi itu canggih, tetapi karena kebutuhanan dan teknologi itu menjadi enabler,” ujarnya.

Pandemi ini menjadi kesempatan bagi UMKM dan konsumen untuk membiasakan diri dengan belanja daring. Kebiasaan ini menurutnya akan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari hingga pasca-pandemi.

Kendati demikian, Kusumo percaya toko offline tidak akan mati sepenuhnya. Kedua platform tersebut sama-sama dibutuhkan. Menurutnya, ini adalah waktu yang paling tepat untuk bersiap-siap untuk pebisnis luring memiliki channel daring.

“Ini waktunya sekarang untuk bersiap bergerak cepat, bukan hanya sekedar planning. Planning boleh, harus, tapi kalau tidak pernah dieksekusi jadinya kan mimpi,” ujarnya.

Ia mendorong pelaku bisnis menggunakan seluruh channel penjualan dimana konsumen berada untuk meningkatkan penjualan. Terlebih penjualan pelaku usaha di toko offline atau di mal tengah lesu. 

Survei Inventure dan Alvara menemukan 61,16% dari 629 responden yang disurvei menjawab takut datang ke mal karena khawatir terpapar virus corona. Sehingga, pemilik usaha memiliki pekerjaan besar dalam membangun customer confidence mencakup masalah kebersihan, kesehatan, kemanan dan lingkungan (cleanliness, healthiness, safety, dan environment/CHSE).

Retail Omnichannel 

Strategi penjualan lintas toko marak dilakukan peretail, salah satunya Ace Hardware. Corporate Secretary Ace Hardware, Helen Tanzil mengatakan, perseroan mencatat penurunan penjualan sekitar 7,5% di semester pertama 2020.

Perusahaan ekspansi penjualan lewat berbagai pilihan platform digital, seperti Ace Online dan Ruparupa.com sebagai authorized online retailer Kawan Lama Group. "Di samping itu, kami juga bekerja sama dengan marketplaces," kata Helen kepada Katadata.co.id, Senin (12/10).

Kendati demikian, kontribusi penjualan Ace Hardware lewat channel digital diakui  belum terlalu besar atau masih di bawah 2%. Oleh karena itu, Ace Hardware juga mulai mempromosikan dan memasarkan produk kesehatan yang berhubungan dengan pandemi corona, seperti hand sanitizer, cairan pembersih dan sebagainya.

Pengamat Bisnis Universitas Prasetiya Mulya, Agus W. Soehadi mengatakan pandemi mempercepat proses transformasi perusahaan dari multichannel ke omni channel. Hal ini didorong oleh perilaku generasi Z yang menganggap adaya kesetaraan ruang fisik (brick and mortals) dan ruang virtual (online), sehingga bisa memesan dan mengambil barang dimanapun dan tidak mengantri di counter.

"Tentu  ini berdampak terhadap sistem logistik dari kemitraan yg berada dalam ekosistem omnichannel tersebut," katanya.

Sedangkan strategi perusahaan menambah varian produk di luar lini produk utamanya, menurut Agus merupakan upaya perusahaan menghadapi volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas dan ambiguitas (VUCA) di masa pandemi.

"Kuncinya, perusahaan harus lincah, fleksibel dan responsif terhadap permintaan pasar serta tak takut keluar dari keberhasilan masa lalu," ujarnya.

Reporter/Penyumbang Bahan: Ivan Jonathan (Magang)