Jurus Unilever Bertahan saat Pandemi: Rilis 60 Produk dan Go-Digital

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi logo perusahaan produk konsumen Unilever.
Penulis: Ekarina
4/11/2020, 06.00 WIB

PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) memasang sejumlah strategi guna menghadapi tekanan bisnis selama krisis Covid-19. Perusahaan meluncurkan puluhan inovasi produk berbagai merek, ekspansi ke platform digital hingga bekolaborasi dengan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk memasarkan produknya ke konsumen. 

Direktur Keuangan Unilever, Arif Hudaya mengatakan sejak awal pandemi hingga saat ini, ada sekitar 60 jenis produk baru diluncurkan. Produk tersebut baik berasal dari brand baru, produk baru dari brand lama ataupun varian kemasan.

"Inovasi produk kami lakukan secara selektif serta  melihat bagaimana kebutuhan konsumen di berbagai segmen dan relevansi produknya," kata Arif dalam paparan publik virtual di Jakarta, Selasa (3/11).

Arif mengatakan, pandemi corona menyebabkan ada sebagian produk Unilever yang menurun ataupun meningkat. Seperti, untuk kategori produk food and refreshment melemah 3,5% menjadi Rp 9,7 triliun hingga triwulan III 2020. 

Menurutnya, hal ini disebabkan oleh lesunya sektor bisnis Unilever Food Solutions yang melayani hotel, restoran, dan kafe yang tutup selama pandemi dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). 

Kecap Bango yang diproduksi Unilever. 

Namun, perubahan kebiasaan konsumen selama pandemi corona juga menyebabkan permintaan produk Unilever di beberapa kategori meningkat, seperti produk kebersihan dan bumbu masakan. Secara total, kategori produk home dan personal care personal tumbuh 2% menjadi Rp 22,7 triliun.

Oleh sebab itu,  perusahaan meluncurkan sejumlah produk yang dibutuhkan pasar seperti handsanitizer, disinfektan dan produk berharga terjangkau untuk mengakomodir pelemahan daya beli masyarakat.

Unilever juga menambah beberapa portfolio merek baru selama pandemi, seperti produk home care halal Sahaja. Penambahan merek ini menurutnya sejalan dengan permintaan pasar. 

Ke depan, perusahaan akan berinvestasi pengembangan merek serta membuka kemungkinan mengakuisisi brand baru dalam bisnisnya. Syaratnya, brand tersebut harus kompetitif sehingga mampu mendukung bisnis perusahaan. 

Namun, dia tak merinci besaran investasi yang disiapkan. Hingga saat ini, Unilever telah memiliki 43 merek dalam portfolio produknya. 

Ekspansi Digital

Selain ekspansi produk, perseroan juga memperluas pemasaran di seluruh lini digital. Riset McKinsey & Company menunjukkan, 60% konsumen di Indonesia membeli barang lewat jalur online dan mencoba metode belanja digital. 

Sementara riset PricewaterhouseCoopers (PWC) 2020 menyebutkan, aktivitas belanja digital terus menunjukkan tren peningkatan. Selama pandemi, masyarakat banyak bertransaksi menggunakan ponsel secara online. Pertumbuhannya mencapai 45%. Sebaliknya, berbelanja langsung di toko fisik berkurang hingga 50%.

Langkah go-digital juga ditempuh Unilver yang memasarkan produknya melalui seluruh portal e-commerce, menggandeng mitra warung dan UMKM melalui aplikasi android dan melayani pesan antar, Unilever Home Delivery.

 "Digital e-commerce berkontrubusi 2-3% dari total penjualan. Tapi kami percaya ini 2-3 tahun ke depan berkembang sehingga kami mulai pengembangan  platform ini sedari sekarang," kata Direktur Unilever Badri Narayana. 

Hingga kuartal III 2020, Unilever membukukan penjualan bersih Rp 32,45 triliun, meningkat tipis 0,3% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 32,36 triliun. Segmen kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh, masih mendominasi atau berkontribusi 70%.

Meski begitu, laba bersih tercatat menurun 1,29% menjadi Rp 5,43 triliun, dibanding periode sama tahun lalu mencapai Rp 5,5 triliun. Penuruna ini dipengaruhi total beban pemasaran dan penjualan sebesar Rp 6,58 triliun hingga September 2020, naik 7,97% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu senilai Rp 6,1 triliun.