Cek Data: Benarkah Presidential Threshold Batasi Jumlah Capres?

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Aswanto (tengah) memimpin sidang pengujian materiil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/1/2022).
9/2/2023, 19.28 WIB

Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerima dukungan dari tiga partai politik menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ketiganya—Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)—memperoleh 25,03% suara sah dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 dan kini menguasai 28,3% kursi di parlemen. 

Dengan begitu, gabungan dari tiga partai politik tersebut sudah melampaui presidential threshold dan bisa mengusung Anies sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

Kontroversi

Isu presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden kembali ramai diperbincangkan di media sosial. Pasalnya, partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memperoleh 25% suara sah dalam Pileg 2019 atau punya 20% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2019-2024.

Ambang batas ini dianggap membatasi kesempatan partai-partai politik, terutama partai politik baru, untuk mengusung calon presiden-wakil presiden dan memajukan gagasan mereka dalam Pilpres 2024. Pilihan yang tersedia pun menjadi kurang banyak dan beragam.

Menurut pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saiful Mujani, presidential threshold juga berpotensi menutup peluang masyarakat mendapatkan calon presiden-wakil presiden yang “fresh dan lebih diharapkan,” seperti dikutip dari SMRC TV.

Fakta

Presidential threshold mulai diberlakukan sejak Pilpres 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, ambang batas tersebut ditetapkan minimal sebesar 20% perolehan suara sah dalam Pileg 2004 atau 15% kursi di parlemen.

Namun, ambang batas dilonggarkan pada pilpres pertama yang diselenggarakan secara langsung itu. Jika partai politik atau gabungan partai politik mendapatkan 5% suara sah dalam pileg atau 3% kursi di DPR, maka bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Alhasil, sebanyak lima pasangan calon presiden-wakil presiden maju pada Pilpres 2004: 

  • Wiranto dan Salahuddin Wahid

 Perolehan koalisi partai: 24,6% suara sah di pileg atau 24% kursi di parlemen

  • Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi

Perolehan koalisi partai: 20,5% suara sah di pileg atau 22,2% kursi di parlemen

  • Amien Rais & Siswono Yudo Husodo

Perolehan koalisi partai: 20% suara sah di pileg atau 20,7% kursi di parlemen

  • Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla

Perolehan koalisi partai: 11,3% suara sah di pileg atau 12,2% kursi di parlemen

  • Hamzah Haz dan Agum Gumelar

Perolehan partai: 8,2% suara sah di pileg atau 10,5% kursi di parlemen

Ambang batas pencalonan presiden kemudian dinaikkan pada Pilpres 2009. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden mengatur partai politik atau gabungan partai politik yang ingin mencalonkan presiden-wakil presiden harus memiliki minimal 25% suara sah pada Pileg 2009 atau 20% kursi di DPR.

Jumlah pasangan calon presiden-wakil presiden yang mengikuti Pilpres 2009 pun berkurang menjadi tiga pasangan calon:

  • Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto

Perolehan koalisi partai: 20% suara sah di pileg atau 21,4% kursi di parlemen

  • Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono

Perolehan koalisi partai: 57,8% suara sah di pileg atau 56,6% kursi di parlemen

  • Jusuf Kalla dan Wiranto

Perolehan koalisi partai: 18,9% suara sah di pileg atau 22% kursi di parlemen

Pilpres 2014 menggunakan aturan dan ambang batas yang sama dengan Pilpres 2009. Namun, jumlah pasangan calon presiden-wakil presiden kembali menurun, menjadi hanya dua pasangan calon:

  • Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa

Perolehan koalisi partai: 48,9% suara sah di pileg atau 52% kursi di parlemen

  • Joko Widodo dan Jusuf Kalla

Perolehan koalisi partai: 40% suara sah di pileg atau 37% kursi di parlemen

Presidential threshold pada Pilpres 2019 pun tidak berubah, yakni partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh minimal 25% suara sah di pileg atau 20% kursi di DPR. Namun, karena pileg dan pilpres diselenggarakan serentak pada tahun itu, ambang batas yang digunakan adalah perolehan suara dan kursi DPR pada periode sebelumnya.

Calon presiden yang maju di Pilpres 2019 pun sama dengan periode sebelumnya, begitu pula dengan komposisi partai koalisinya yang tidak jauh berbeda:

  • Joko Widodo dan Ma’ruf Amin

Perolehan koalisi partai: 63,6% suara sah di Pileg 2014 atau 60,4% kursi di DPR 2014-2019

  • Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno

Perolehan koalisi partai: 36,4% suara sah di Pileg 2014 atau 38,6% kursi di DPR 2014-2019

Penggunaan perolehan suara dan kursi DPR pada periode sebelumnya kembali berlaku pada Pilpres 2024, lantaran pileg dan pilpres juga dilakukan bersamaan. Karena itu, partai politik atau gabungan partai politik bisa menghitung pemenuhan presidential threshold, seperti Koalisi Perubahan yang akan mengusung Anies.

Ambang batas presiden terbukti memengaruhi jumlah pasangan calon presiden-wakil presiden yang maju dalam pilpres. Tidak hanya itu, pasangan calon presiden-wakil presiden hanya berasal dari partai besar dan kalangan elite, bahkan terbatas pada beberapa tokoh. Ini terlihat pada calon presiden yang maju pada Pilpres 2014 dan 2019.

Sejumlah pihak telah menggugat ketentuan presidential threshold ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melansir Kompas.com, MK menerima 21 perkara uji materi ambang batas tersebut sejak 2017 hingga Februari 2022. Namun, sebanyak 17 permohonan tidak dapat diterima, sementara tiga permohonan lainnya ditolak dan satu permohonan dihentikan karena pemohon meninggal dunia.

Terakhir, MK menolak seluruh gugatan PKS mengenai uji materi ambang batas pencalonan presiden pada September 2022. Partai itu mengajukan presidential threshold diubah menjadi 7-9% pada Pilpres 2024.

MK beralasan tidak memiliki kewenangan untuk mengubah angka ambang batas presiden. Perubahan itu merupakan “kebijakan terbuka dalam ranah pembentuk undang-undang,” seperti dikutip dari situs Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Sementara, presiden dan DPR sebagai pembentuk undang-undang kini diduduki oleh tokoh-tokoh dari partai politik besar, yang justru mendulang keuntungan dari presidential threshold tersebut.

Referensi

Badan Pusat Statistik. (13 Juli 2020). Hasil Penghitungan Suara Sah Partai Politik Peserta Pemilu Legislatif Tahun 1955-2019.

Farisa, F. C. (29 September 2022). Kesalnya PKS soal Gugatan "Presidential Threshold" UU Pemilu yang Segera Diputus MK. Kompas.com.

Pemerintah Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. (2017). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Jakarta.

Pujianti, S. (26 Juli 2022). PKS Minta Ambang Batas Capres 7-9 Persen. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Pujianti, S. (29 September 2022). Ambang Batas Capres Bukan Ranah Mahkamah. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

SMRC TV. (12 Mei 2022). Calon Presiden tanpa Ambang Batas? [Video]. YouTube.

---------------

Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id.