Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa kelangkaan barang dan harga miring menjadi alasan terbesar pembeli online di Indonesia berbelanja melalui e-commerce asing.
LIPI melakukan survei pada 1.626 responden terdiri dari 820 pembeli online dan 806 penjual online. Dari sisi pembeli, 45% responden yang disurvei mengatakan pernah belanja di e-commerce asing, sedangkan sisanya belum pernah.
Sebanyak 79% responden beralasan berbelanja di e-commerce asing karena produk tersebut langka dan tidak ada di Indonesia. Kemudian 66% responden beralasan harga yang ditawarkan lebih murah. Adapun alasan lain yakni mempertimbangkan kualitas barang dan pelayanan penjual.
Alibaba dan Aliexpress menjadi e-commerce asing yang paling banyak digunakan. Sebanyak 55% responden menjawab Alibababa dan 49% responden menjawab Aliexpress. Sementara itu, barang yang paling banyak dibeli adalah peralatan elektronik dan produk fesyen.
(Baca: Shopee Catatkan Transaksi Rp 1,3 Triliun dalam Sehari Harbolnas)
Dari sisi penjual, 92% dari responden mengaku mengetahui bahwa pembeli dari Indonesia bisa langsung belanja di e-commerce asing. Mayoritas dari mereka menganggap praktek tersebut mengganggu penjualan mereka.
Kepala Pusat Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho mengatakan, tren membeli barang impor dari e-commerce asing terjadi karena masyarakat mendapatkan kemudahan. "Jika permasalahan ini tidak ditindaklanjuti dengan cermat, akan mengancam usaha produsen dan penjual online di Indonesia," ujarnya pada Jumat (13/12) di Jakarta.
Apalagi, beberapa platform e-commerce besar di Indonesia justru menyediakan fasilitas kepada penjual asing untuk menjual barangnya di Indonesia. LIPI mengutip data dari Kementerian Perindustrian yang menyebutkan bahwa 90% barang yang di jual e-commerce merupakan produk impor dan hanya 10% yang merupakan produk lokal.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Nika Pranata menyebutkan bahwa harga barang yang cenderung murah membuat pembeli beralih ke e-commerce asing. Hal ini didukung belum ada aturan pajak untuk e-commerce tersebut.
"Selama ini kan mereka belum membayar PPN," ungkapnya pada Jumat.
(Baca: Setelah Singapura, Startup Logistik RI Ritase Incar Pasar ASEAN Lain)
Maka dari itu pihaknya merekomendasikan agar pemerintah menerapkan PPN 10% pada semua barang impor yang masuk lewat e-commerce berapapun nilai transaksinya. "Jika tidak dilakukan pelaku usaha lokal akan kalah bersaing," ungkap Nika.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 yang mengatur soal Perdagangan Melalui Sistem Elektronik alias e-commerce diharapkan bisa berbuah aturan turunan yang mengatur pajak untuk barang impor tersebut. Beberapa pasal juga dinilai mampu mendorong agar e-commerce untuk memperbanyak lagi cakupan produk lokalnya.
Sebagai contoh, pasal 12 aturan itu mengatur kewajiban pelaku usaha untuk membantu program pemerintah yakni mengutamakan perdagangan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri. "Pasal ini bagus. Hanya ketentuan lebih lanjut belum dirinci," ungkapnya.